Oleh: Fajar Pratama
Atmosfer Pilpres terasa semakin hangat. Kedua pasang calon presiden sudah memulai kampanye sejak 23 Semptember 2018, saat dibuka oleh KPU (komisi pemilihan umum). Dan mungkin akan semakin panas menjelang pemilu 17 April nanti. Ditambah lagi, KPU memutuskan Pilpres dan Pileg diadakan secara serentak pada tanggal yang sama.
Tahun politik selalu penuh kejutan. Para juru kampanye di masing-masing kubu sudah bersiap ikut ambil bagian untuk memenangkan jagoannya. Kuda-kuda siap tanding telah mantap terpasang, strategi jitu dan licin juga telah mapan terancang. Tujuannya sama; memenangkan tampuk kekuasaan negeri ini.
Dalam sistem demokrasi, di mana suara terbanyak dalam pemilu adalah penentu kemenangan, Vox populi vox dei, suara rakyat suara tuhan. Rakyat menjadi penentu siapa yang berhak menjadi pemimpin untuk lima tahun masa jabatan mengurus negeri. Maka, memenangkan hati rakyat mutlak harus dilakukan demi meraup suara sebanyak-banyaknya.
Janji-janji politik disuarakan. Isu-isu terkini diangkat untuk kemudian “digoreng” demi menarik simpati rakyat. Isu-isu terkait kesulitan ekonomi, keadilan hukum, SARA, sampai dengan kebijakan yang bersifat pro anak muda pun mencuat sebagai dagangan kampanye yang akan dijajakan kepada rakyat. Seperti kata Napoleon Bonaparte, “Pemimpin adalah penjual harapan.”
Tapi yang sangat disayangkan adalah; momen kampanye yang seharusnya dijadikan tempat untuk adu gagasan dan ide pembangunan justru dikotori dengan perang narasi yang isinya tidak lebih sekedar sensasi. Opini dibuat untuk menjatuhkan elektabilitas masing-masing lawan. Publik pun disuguhkan tontonan politik yang kurang mendidik.
Suasana seperti saat ini seharusnya menyadarkan kita tentang satu hal penting. Perihal merawat ingatan tentang bagaimana orang-orang terdahulu menjadi pemimpin. Dalam arti, berkaca dari masa lalu untuk mengukur diri dan bertanya; Seperti apa pemimpin itu?
Memimpin Itu Menderita
Leiden is Lijden. “Memimpin itu menderita” perkataan H. Agus Salim ini menggambarkan tentang penderitaan seorang pemimpin kala ia memikul beban amanat dari setiap orang yang ia pimpin. Menderita dalam arti ia siap berpeluh banting tulang untuk rakyatnya. Siap mengorbankan dua puluh empat jam dari waktu yang ia punya untuk memikirkan nasib rakyat. Karena menjadi pemimpin itu berat. Memikul amanat yang akan dipertanggung jawabkan dunia-akhirat.
Apa yang ditulis Ki Bagus Hadikusumo dalam, Islam Sebagai Dasar Negara dan Akhlak Pemimpin, mungkin bisa menjadi salah satu tafsir dari apa yang dikatakan H. Agus Salim, bahwa pemimpin sejati adalah pemimpin yang siap menderita demi bekerja untuk rakyatnya, “…Karena orang yang berani hidup melarat hanyalah pemimpin-pemimpin sejati dan mukhlis (ikhlas) serta orang-orang sholeh. Karena mereka bersedia melepaskan keduniaan untuk bekerja dan berjuang untuk keselamatan dan kebahagiaan umat.”
Artinya, seorang pemimpin harus selalu mengedepankan kepentingan rakyat daripada kepentingan pribadi. Siap berjuang mensejahterakan rakyat, menebar keamanan dan kedamaian, dan siap menjadi contoh bagi rakyat dalam keteladanan
“Umatku, umatku” lirih ucap Sang Nabi di penggal terakhir usianya. Sebuah teladan tentang menjadi seorang pemimpin yang tidak pernah berhenti berfikir tentang rakyatnya, bahkan di ujung nafas terakhir hidupnya. Sebuah gambaran karakter pemimpin yang senantiasa siap menderita demi kebahagian rakyatnya. Maka tidak heran George Bernard Shaw dalam, the Genuine Islam, menggambarkan Rasulullah sebagai “The Saviour of Humanity”. Penyelamat kemanusian.
BACA JUGA: AKIBAT SALAH MEMILIH PEMIMPIN
Kepemimpinan Sang Nabi
Rasulullah adalah roll model pemimpin paling ideal yang telah dihadirkan Allah dalam panggung sejarah umat manusia. Allah berfirman, “Sesungguhnya dalam diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik bagi siapa yang mengharapkan rahmat Allah dan kebahagian pada hari akhir dan banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzab : 21)
Kehebatan Sang Nabi dalam soal kepemimpinan begitu mengagumkan. Tidak hanya kaum muslimin, bahkan orang-orang non-Muslim pun mengakui hal tersebut. Sebut saja seperti Lamartine, seorang cendikiawan Prancis dalam bukunya, Histoire de la Turquie, setelah menuliskan rentetan pujian karena kekagumannya akan sosok Nabi Muhammad ia menutup kalimatnya dengan, “Apakah ada sosok yang lebih hebat daripada dia (Muhammad).” Begitu juga dengan Prof. Ramakrishna seorang Profesor filsafat India dalam bukunya, Muhammad: The Prophet of Islam, mengakui Nabi Muhammad sebagai, “Teladan Terbaik bagi kehidupan manusia.”
Michael H. Hart dalam bukunya, The 100: A Rangking of The Most Influential Persons in History, meletakkan Nabi Muhammad di posisi teratas sebagai pribadi paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Dan ketika ditanya tentang alasannya meletakkan Nabi Muhammad sebagai top ranking dalam bukunya, ia menjawab, “Hanya dia (Muhammad) satu-satunya dalam sejarah yang berhasil (memimpin) dalam urusan agama dan dunia”
Para pemimpin seharusnya belajar dan mengambil teladan dari Nabi Muhammad perihal cara bagaimana menjadi pemimpin. Nabi Muhammad memiliki semua karakter pemimpin sejati. Dr. Muhammad Syafi’i Antonio dalam bukunya, Muhammad SAW: The Super Leader Super Manager, mengatakan, “Hampir seluruh teori kepemimpinan ada pada Nabi Muhammad”.
Inilah yang seharusnya disadari oleh setiap pemimpin atau mereka yang akan menjadi pemimpin agar menjadikan Nabi Muhammad sebagai cerminan dan teladan dalam urusan kepemimpinan untuk senantiasa belajar dan berbenah. Dan rakyat juga dapat menjadikan contoh kepemimpinan Nabi sebagai lensa dalam menilai dan memilih pemimpin, siapa diantara para calon pemimpin yang paling mendekati karakter pemimpin yang ideal sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Sang Nabi.
Karakter pemimpin sejati
Tujuan dari kepemimpinan dalam Islam adalah; menegakkan agama (Iqomatuddin) dan menata dunia dengan agama. Yang berarti menegakkan perintah Allah di muka bumi sesuai dengan yang telah disyariatkanNya, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran serta menebar keadilan dan meleyapkan segala bentuk kerusakan. Firman Allah dalam surat al-Hajj : 41 menjelaskan tentang hal tersebut:
“(Yaitu) orang-orang yang jika kami beri kedudukan di bumi, mereka melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat uang makruf dan mencegah dari yang mungkar; dan kepada Allahlah kembali segala urusan.”
Amanat kepemimpinan itu berat. Maka dibutuhkan pemimpin berkarakter robbani untuk mengembannya. Prof. Yunahar Ilyas menyebutkan adalah lima rahasia kesuksesan kepemimpinan ala Rasulullah. Pertama, Rasulullah mempunyai track record yang baik. Sejak kecil beliau mempunyai kepribadian yang mulia. Beliau dari masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan seterusnya selalu menjadi teladan. Tidak ada satu noda hitam dalam kehidupan beliau hingga kaumnya sendiri memberi gelar al-Amin (terpercaya). Al-Quran pun mengabadikan akhlak beliau, “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS al-Qalam:4)
Kedua, kepemimpinan beliau selalu dibimbing oleh wahyu. Jika ada pertanyaan, turun ayat al-Quran menjawabnya. Jika ada kejadian atau peristiwa, turun pula ayat untuk meresponsnya. Maka pemimpin yang ingin meneladani Rasulullah harus menjadikan al-Quran dan sunnah Nabi sebagai panduan kepemimpinannya.
Ketiga, Rasulullah selalu bermusyawarah dengan para sahabatnya, terutama sahabat senior, yaitu Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Nabi pernah bersabda, ”Jika kalian berdua sepakat dalam satu hasil permufakatan (musyawarah), maka aku tidak akan bertentangan dengan kalian.” Rasulullah juga mengambil pendapat ahli strategi perang Hubab bin Munzir dalam menentukan lokasi logistik dalam perang Badar dan meninggalkan pendapat pribadinya. Artinya Rasulullah selalu mempertimbangkan dengan bijaksana hasil musyawarah dengan para sahabat.
Keempat, Rasulullah memimpin umatnya dengan terjun langsung ke lapangan, sehingga apa yang dirasakan umatnya, ikut pula ia rasakan. Ketika umatnya menderita, beliau pun ikut menderita. Ringan sama dijinjing berat sama dipikul. Beliau dalam mengatur urusan umat tidak hanya di belakang meja, tapi juga mengimplementasikannya bersama para sahabat di lapangan.
Kelima, Rasulullah dalam memimpin senantiasa konsisten antara ucapan dan tindakan. Tidak ada beda antara kata dan perbuatan. Sebelum mengajarkan sesuatu, Nabi melakukannya terlebih dahulu. Nabi disiplin dan adil dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Dengan demikian, para sahabat dan umat yang dipimpinnya mendengarkan dan mengikuti apa yang diperintahkannya.
Lima karakter di atas mengerucut pada dua sifat mendasar yang harus dimiliki seorang pemimpin. Yaitu, pemimpin yang mencintai dan dicintai rakyatnya. Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendo’akan kalian dan kalian mendo’akan mereka...” (HR Muslim no. 3447 dari ‘Auf bin Malik)
BACA JUGA: BATASAN TA’AT PADA PENGUASA
Perhatikan siapa “penjualnya”
Seperti yang dikatakan Napoleon, “Pemimpin adalah penjual harapan.” Pemimpin harus memberikan harapan, tentunya harapan akan perubahan yang lebih baik. Harapan yang termanifestasikan dalam bentuk kerja keras demi kesejahteraan dan kebaikan untuk rakyat. Dan juga berarti siap menderita untuk kepentingan rakyatnya.
Jika harapan itu dijual, maka perhatikan betul siapa “penjualnya”. Jangan tertipu dengan polesan dan kampanye yang terlalu hiperbolis. Objektifitas mutlak diperlukan dalam menilai siapa “penjual” yang benar-benar amanah, jujur dan dapat dipercaya. Karena “penjual” yang memiliki sifat-sifat tersebut tidak akan menjual harapan-harapan palsu bagi rakyatnya.
“Tidak ada seorang hamba yang diamanahi untuk memimpin rakyat oleh Allah, kemudian ia menjalankannya dengan tidak baik, kecuali ia tidak akan mencium bau surga” (HR Bukhari no. 6617 dari Ma’qil bin Yasar).
Daftar Pustaka
- Muhammad SAW: The Super Leader Super Manager, Dr. Antonio Syafi’i
- Konsep kepemimpinan Dalam Islam. Prof. Dr. Abdullah ad-Dumaiji
- Ar-Rahiqu al-Makhtum, Safiyurrahman al-Mubarakfury
- Al-Lu’lu’ wa al-Marjan, Muhammad Fuad Abdul Baqi
- Jurnal Islamia Edisi 18 Oktober 2012
- What they Said About Muhammad, Islamreligion.com
- Pemimpin Menurut Ki Bagus Hadi Kusuma, JejakIslam.net