Syukur secara bahasa adalah lawan kata dari kufur yaitu pujian atau ungkapan terima kasih kepada orang yang telah berbuat kebaikan dengan menyebut kebaikannya.[1]
Sedangkan secara istilah adalah sebuah tidakan yang baik dan positif baik dengan lisan, hati, dan perbuatan atas semua nikmat yang diterima. Maka seorang hamba yang bersyukur kepada Allah, Maka ia akan memuji-Nya, berterimakasih kepada-Nya dan menaati-Nya.[2]
Sekaligus rela dan ridha terhadap sesuatu yang diberikan kepadanya walaupun sedikit.[3]
Kalimat syukur شكر disebutkan dalam Al-qur’an sebanyak 75 kali dengan bentuk kalimat yang bermacam-macam. Dalam Bahasa arab syukur yang berarti pujian atau terimakasih mempunyai makna yang dekat dengan hamdu الحمد dan tsana’ثناء .
Adapun makna syukur itu dapat dilakukan dengan lisan dan anggota tubuh lainnya, sedangkan hamdu itu hanya dapat dilakukan dengan lisan saja. Maka makna syukur itu dari sisi ini lebih umum daripada hamdu.
Syukur dan tsana punya sisi kesamaan yaitu memuji. Tapi juga punya sisi perbedaan, yaitu Syukur itu selalu berkaitan dengan nikmat sedangkan tsana’ itu tidak hanya dikarenakan mendapat nikmat tapi terkadang dikarenakan keburukan.[4]
Macam Syukur
Syukur terbagi menjadi tiga macam yaitu syukur amal, syukur hati, dan syukur lisan.
Pertama: Syukur dengan Beramal Ketaatan.
ٱعۡمَلُوٓاْ ءَالَ دَاوُۥدَ شُكۡراۚ وَقَلِيل مِّنۡ عِبَادِيَ ٱلشَّكُورُ
“Bekerjalah wahai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba’; 13)
Ibnu Katstir menjelaskan bahwa Allah memerintahkan untuk berkerja sebagai bentuk syukur atas apa yang telah berikan kepada mereka dari nikmat didunia dan agama. Maka syukur dapat dilakukan dengan perbuatan sebagaimana dapat dilakukan dengan perkataan dan niat.[5]
Diriwayatkan dari Ibnu Abi Hatim dari Muhammad bin Ka’ab Al-Quradzi berkata, ‘Syukur adalah Taqwa kepada Allah dan beramal shalih.’ Begitu pula dalam Ash-Shahihain bahwa Rasulullah bersabda;
أحب الصيام إلى الله صيام داود كان يصوم يوما ويفطر يوما وأحب الصلاة إلى الله صلاة داود كان ينام نصف الليل ويقوم ثلثه وينام سدسه
“Puasa yang paling Allah cintai adalah puasa Nabi Daud, yaitu dia berpuasa satu hari dan berbuka satu hari dan shalat yang paling Allah sukai adalah shalatnya Nabi Daud pula, yaitu dia tidur hingga pertengahan malam lalu bangun mendirikan shalat pada sepertiga malam dan tidur lagi di akhir seperenam malamnya.” (HR. Bukhari & Muslim)[6]
Kedua: Syukurnya Hati dengan Pengakuan
Imam As-Sa’di menjelaskan apa yang dimaksud dengan bersyukur dengan hati. Beliau berkata;
والشكر:اعتراف القلب بمنة الله تعالى، والثناء على الله بها، وصرفها في طاعة الله تعالى، وصونها عن صرفها في المعصية
“Syukur adalah hati mengakui segala karunia berasal dari Allah semata, lisan memuji-Nya, dan anggota badan yang lain menggunakan untuk ketaatan kepada Allah dan menjaganya agar terhindar dari berbuat maksiat.”
Ketiga: Syukurnya Lisan dengan Bercerita (tahdist) tentang Nikmat
Adapun yang dimaksud dengan tahdist adalah mengabari (ikhbâr) tentang nikmat yang telah Allah anugrahkan kepadanya sebagai bentuk pengakuan akan keagungan-Nya.[7]
Karena dengan menceritakan atau mengabari kenikmatan Allah itu akan mendorong seseorang untuk mensyukurinya, dan menjadikan hati mencintai siapa Dzat yang memberikannya, karena secara fitrah hati menyukai orang yang berbuat baik kepadanya.[8]
Sebagaimana Abu Sulaiman Al-Wasithi berkata, “menceritakan kenikmatan itu mewariskan kecintaan kepada Allah.[9]
Sebagaimana Allah berfirman;
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur.” (QS. Adh-Dhuha;11)
Ibnul Qayyim menjelaskan makna tahdist dalam ayat ini, bahwa setidaknya ada dua makna tentang tahdist;
Pertama, menceritakan atau mengkhabarkan nikmat yang Allah berikan kepadanya. Seperti seseorang berkata, ‘Allah telah memberikan nikmat kepadaku berupa…’.
Kedua, menceritakan suatu nikmat sebagai tanda syukur adalah sesuatu yang diperintahkan dalam ayat ini, yaitu adalah Dakwah menyeru kepada jalan Allah, menyampaikan Risalah Islam dan mengajarkannya kepada ummat.
Kedua pendapat ini adalah benar, karena keduanya ini semuanya adalah bentuk syukur dari nikmat yang diberikan Allah.[10]
Buah Orang Bersyukur
Orang yang bersyukur akan mendapatkan balasan di dunia dan di akhirat. Adapun balasan di dunia diantaranya;
Mendapatkan petunjuk kebenaran
وَكَذَٰلِكَ فَتَنَّا بَعۡضَهُم بِبَعۡض لِّيَقُولُوٓاْ أَهَـٰٓؤُلَآءِ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَيۡهِم مِّنۢ بَيۡنِنَآۗ أَلَيۡسَ ٱللَّهُ بِأَعۡلَمَ بِٱلشَّـٰكِرِينَ
“Demikianlah, kami telah menguji Sebagian mereka (orang yang kaya) dengan Sebagian yang lain (orang miskin), agar mereka (orang kaya itu) berkata, ‘Orang-orang semacam inikah diantara kita yang diberi anugrah oleh Allah? (Allah berfirman) “tidaklah Allah lebih mengetahui tentang mereka yang bersyukur (kepada-Nya).” (QS.Al-An’am; 53)
Ibnu Katsir menerangkan bahwa mayoritas pengikut Rasulullah ﷺ pada masa awal-awal di utusnya Beliau, adalah dari kalangan orang-orang lemah, budak baik laki-laki maupun Wanita. Hanya sedikit sekali orang terpandang mulia yang mengikuti beliau. Maka orang-orang musyrik Quraisy mencela dan mengejek orang-orang beriman yang lemah sekaligus menyiksanya. Dan mereka berkata, “Orang-orang semacam inikah diantara kita yang diberi anugrah oleh Allah?”
Maka Allah menjawab, “Tidaklah Allah lebih mengetahui tentang mereka yang bersyukur kepada-Nya.” Maksudnya, Allah lebih mengetahui orang yang bersyukur kepada-Nya dengan perkataan, perbuatan, dan batin mereka, maka Allah memberikan taufik dan hidayah kepada mereka dan mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya dan jalan yang lurus.[11]
Bertambahnya Kenikmatan
وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيد
“Dan (ingatlah) Ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingingkari (nikmat-nikmat Ku) maka azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim; 7)
ar-Rab’î berkata, “Allah memberi kabar kepada Nabi Musa, bahwa apabila mereka benar-benar bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah berikan maka Allah akan menambahkannya, serta meluaskan rizki bagi mereka dan Allah akan mengangkat derajatnya.”[12]
Sahabat Ali Karramahullah Wajhahu pernah berkata ;
إِنَّ النِّعْمَةَ مُوَصَّلَةٌ بِالشُّكْرِ، وَالشُّكْرُ مُعَلَّقٌ بِالْمَزِيدِ، وَهُمَا مَقْرُونَانِ فِي قَرْنٍ، فَلَنْ يَنْقَطِعَ الْمَزِيدُ مِنَ اللَّهِ حَتَّى يَنْقَطِعَ الشُّكْرُ مِنَ الْعَبْدِ
“Sesungguhnya nikmat itu berhubungan denga syukur, dan syukur berkaitan dengan penambahan nikmat, keduanya mempunyai kaitan yang erat, maka Allah tidak henti-hentinya menambahkan nikmat kepada hamba sampai hamba tersebut berhenti bersyukur.”[13]
Umar bin Abdul Aziz juga berkata ;
قَيِّدُوا النِّعَمَ بِالشُّكْرِ
“Ikatlah nikmat-nikmat itu dengan bersyukur.”
Karena sejatinya segala kenikmatan yang tidak tak dapat mendekatkan diri kepada Allah itu adalah musibah (baliyyah).[14]
Aman dari Adzab Allah
مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا
“Allah tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman. Dan Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui.” (QS. An-Nisa’;147)
Abu Ja’far Ath-Thabari menjelaskan bahwa Allah tidak akan menyiksamu wahai orang-orang munafik, apabila kalian bertaubat dan mau Kembali kepada Allah, serta mensyukuri nikmat-nikmat yang telah Allah berikan kepada kalian, ikhlas dalam beramal, membuang rasa riya dalam ibadah kalian, dan beriman kepada Rasulullah .[15]
Dari keutamaan diatas maka Rasulullah ﷺ mengajarkan doa kepada sahabatnya Muadz bin Jabbal agar senantiasa dibaca pada waktu setiap seusai shalat lima waktu;
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذكرك وشكرك، وحسن عبادتك
“Ya Allah, bantulah aku untuk berdzikir dan bersyukur kepadaMu serta beribadah kepadaMu dengan baik.” (HR. Abu Dawud)[16]
Semoga dengan memahami makna syukur, macamnya dan buahnya menjadi dorongan yang kuat agar kita semua selalu bersyukur dan menjadi hamba-hambanya yang pandai bersyukur.
Sebagaimana doa yang diucapkan salah seorang sahabat, “ Ya Allah, masukanlah aku ke dalam golongan yang sedikit.” Maka sahabat Umar Radhiyallahhu A’nhu menegurnya, “Mengapa engkau berucap yang demikian…?”.
Maka sahabat tadi menjawab, “Wahai Umar! aku ingin agar Allah memasukan aku ke dalam golongan yang sedikit yaitu hamba-Nya yang pandai bersyukur. Karena Allah berfirman dalam surat As-Saba’ ayat 13 “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang pandai bersyukur.”[17]
Wallahu a’lam [Syamil Robbani]
***
[1] Abul Baqa’ al-Kufi, kulîyât (Beirut; Muasasah risalah) hlm. 535
[2] Raghib Al-Ashfahani, Mufradât fî Gharîb Al-Qur’ân, (Beirut; Darul Qalam, 1412H) hlm. 461
[3] Ibnu Faris, Mu’jâm ma qâyîs al-Lughah, (Darul Fikr, 1399H/1979M) jld. 3, hlm. 208
[4] Markas Tafsir, Mausû’ah at-Tafsîr al-Maudhû’I, (Riyadh; Khair, 1440H/2019M) jld.19, hlm. 386
[5] Ibnu Katstir, Tafsîr Al-Qur’ân Al-Adhîm, (Daruth Thayiibah, 1420H/1999M) jld. 6, hlm. 500
[6] Shahih Bukhari 3167. Shahih Muslim 1969
[7]Ibnu Asyur, at-Tahrîr wa at-Tanwîr, (Tunisia; Darut Tunisiya, 1984H) jld. 30,hlm. 403
[8] Abdur Rahman as-Sa’di, Taisîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr Kalâm al-Mannân, (Muasasah Risalah, 1420H/2000M) hlm. 928
[9] Ibnu Abi Dunya, Asy-Syukru, (Kuwait; Maktab Islami, 1400H/1980M) hlm. 11
[10]Ibnul Qayyim, Tafsîr Al-Qur’ân Al-Karîm, (Beirut; Darul Maktabah, 1410H) hlm. 574
[11] Ibnu Katsir, Tafsîr Al-Qur’an Al-Adhîm, (Daruth Thayyibah, 1420H/1999M) jld. 3, hlm. 261
[12] Ibnu Abi Hatim, Tafsîr Al-Qur’an Al-Adhîm li Ibni Abi Hatîm, (Saudi; Maktabah Nizar, 1419H) jld.7, hlm. 2236
[13] Ibnu Abi Dunya, Asy-Syukru, (Kuwait; Maktab Islami, 1400H/1980M) hlm. 11
[14] Ibnu Abi Dunya, Asy-Syukru… hlm. 11
[15] Abu Ja’far Ath-Thabari, Jam’î Al-Bayân ‘An Takwîl Ay Al-Qur’ân, (Mekkah; Darut Tarbiyyah,) jld. 9, hlm,342
[16] Sunan Abu Dawud 1301. Albani berkata hadist Shahih
[17] Muhammad Ali Thaha, Tafsîr Al-Qur’ân Al-Karîm wa î’râbuhu wa bayânuhu, (Damaskus; Dar Ibnu Katsier) jld. 7, hlm. 573