Pertanyaan:
Bagaimana hukum memanfaatkan uang haram untuk membangun masjid?
Jawaban:
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah.
Islam telah mentukan jalan yang baik bagi umatnya dalam mencari harta kekayaan dan mempergunakannya. Harta yang diperoleh dari pekerjaan halal statusnya adalah harta halal dan baik. Seseorang diperbolehkan makan dari harta tersebut, berinfaq dan menyedekahkannya, dan dia berhak mendapat pahala yang besar dari Allah.
Sedangkan harta yang diperoleh dari pekerjaan yang haram maka status hartanya adalah haram dan buruk. Jika si pemilik harta tersebut ingin terbebas dari beban harta haram tersebut, dia dibolehkan untuk menyedekahkan harta tersebut dengan catatan dia tidak mendapat pahala dari sedekah tersebut kecuali sekedar terbebas dari harta haram.
Niat yang baik –seperti membangun masjid dan semisalnya- tidak serta merta membolehkan seseroang terperosok dalam perbuatan haram. Karena tujuan tidak boleh menghalalkan segala macam cara. Barangsiapa menghimpun harta dari jalan haram dengan niat untuk menyedekahkannya di jalan yang halal, maka niat baiknya tidak dapat menghilangkan status harta haramnya.
Harta haram harus dibersihkan, tidak didiamkan begitu saja ketika harta tersebut tidak diketahui lagi pemiliknya atau pun ahli warisnya. Bolehkah menyalurkannya untuk membangun masijd? Ada empat pendapat ulama dalam masalah ini:
Pendapat pertama, disalurkan untuk kepentingan kaum muslimin secara umum, tidak khusus pada orang dan tempat tertentu. Demikian pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Pendapat kedua, disalurkan sebagai sedekah sunnah secara umum, mencakup hal yang terdapat maslahat, pemberian pada fakir miskin atau untuk pembangunan masjid. Ini adalah pendapat Hanafiyah, Malikiyah, pendapat Imam Ahmad, Hambali, dan pendapat Imam Ghozali dari ulama Syafi’iyah.
Pendapat ketiga, disalurkan pada maslahat kaum muslimin dan fakir miskin selain untuk masjid. Demikian pendapat ulama Lajnah Ad Daimah Kerajaan Saudi Arabia. Tidak boleh harta tersebut disalurkan untuk pembangunan masjid karena haruslah harta tersebut berasal dari harta yang thohir (suci).
Pendapat keempat, disalurkan untuk tujuan fii sabilillah, yaitu untuk jihad di jalan Allah. Demikian pendapat terakhir dari Ibnu Taimiyah.
Ringkasnya, pendapat pertama dan kedua memiliki maksud yang sama yaitu untuk kemaslahatan kaum muslimin seperti diberikan pada fakir miskin. Adapun pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bukan menunjukkan pembatasan pada jihad saja, namun menunjukkan afdholiyah. Sedangkan pendapat keempat dari Al-Lajnah Ad-Daimah muncul karena kewaro’an (kehati-hatian) dalam masalah asal yaitu shalat di tanah rampasan (al-ardhu al-maghsubah), di mana masalah sah dan tidaknya shalat di tempat tersebut masih diperselisihkan. Dus, harta haram tidak boleh disalurkan untuk pembangunan masjid. Wallahu a’lam.
Sumber:
1. Penjelasan Syaikh Kholid Mihna,http://www.almoslim.net/node/82772
2. www.islamqa.com
3. Al-Majmu Syarhu Al-Muhadzab
[ydsui.com]