Oleh: Ryan Arif
“Ajarkanlah Ilmu; Berikan Kemudahan Dan Jangan Mempersulit; Sampaikan Kabar Gembira Dan Jangan Membuat Orang Lain Lari.” (Diriwayatkan Imam Bukhori)
Pedidikan terhadap anak merupakan pekerjaan mulia, yaitu membentuk pribadi anak yang shalih dan shalihah, mendekatkan diri kepada Allah dalam rangka menggapai ridhaNya. Anak yang memiliki keimanan kuat perlu dipersiapkan sejak dini mengingat persoalan kehidupan yang akan dihadapi begitu berat. Hanya orang-orang yang memiliki keimanan kuta yang akan mampu bertahan menghadapi beratnya berbagai tantangan kehidupan. Orang yang semacam inilah yang harus dipersiapkan dengan pendidikan islami yang bermula dari rumah dan oleh orang tua.
Makna Mendidik Menurut Tinjauan Syar’i
Pengertian terbaik dari kata at-tarbiyah (pendidikan), sebagaimana yang diuraikan oleh Al-Baidhawi di dalam kitab tafsirnya, diambil dari kata ar-rabb. maknanya ialah mengantarkan sesuatu kepada tingkat kesempurnaannya sedikit demi sedikit. Allah swt menyifati diri-Nya dengan kata ar-rabb sebagai bentuk mubalaghah (hiperbola).
Raghib Al-Asfahani berkata di dalam kitab Al Mufradat,” kata ar-rabb pada asalnya dari kata tarbiyah, maknanya ialah mengembangkan sesuatu setahap demi setahap menuju batas kesempurnaan. Di antara makna tarbiyah yang lain ialah pengembangan kekuatan keagamaan, pemikiran dan akhlak di dalam diri manusia dengan pengembangan yang terkoordinasi dan seimbang.
Berdasarkan makna dasar ini, maka pendidikan dalam bidang penumbuh kembangkan anak merupakan proses pembangunan, perawatan dan perbaikan sedikit demi sedikit hingga batas kesempurnaan. Artinya, melangkah bersama anak secara bertahap semenjak kelahiran hingga usia baligh. Pendidikan dengan makna ini merupakan kewajiban syar’I kepada seganap orang tua dan pengajar untuk menanamkan keimanan dan mewujudkan syari’at Allah.
Untuk membentuk pribadi anak yang shalih dan shalihah, dan mendekatkan diri kepada Allah dalam rangka menggapai ridhaNya maka diperlukan sebuah tips dan metode dasar yang harus dipegang oleh kedua orang tua dan para pendidik. Tips dan metode dasar tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
Metode Pertama: Teladan Yang Baik
Keteladanan yang baik memberikan pengaruh besar terhadap jiwa anak. Sebab, anak banyak meniru kedua orang tuanya, bahkan prilaku orang tua dapat membentuk karakter anak. Dalam hadist Rasulullah saw bersabda, “kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai yahudi, nasrani, atau majusi.” Rasulullah saw sendiri mendorong kedua orang tua, agar menjadi teladan yang baik bagi anak-anak mereka. Terutama berkenaan dengan akhlak kejujuran di dalam bergaul.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “siapa yang mengatakan kepada anak kecil, “kemarilah saya beri sesuatu!”, namun ternyata ia tidak memberinya, maka ia termasuk ucapan dusta.”
Abu Daud meriwayatkan dari Abdullah Bin Amir bahwa ia berkata,” pada suatu hari ibuku memanggilku, sementara itu Rasulullah sedang duduk di rumah kami. Ibuku berkata, kemarilah, kuberi sesuatu!” Rasulullah saw kemudian bertanya, apa yang hendak engkau berikan?” ibuku menjawab, aku ingin memberinya kurma.” Beliau kemudian bersabda, “jika engkau tidak memberinya sesuatu, maka engkau akan dicatat sebagai orang yang berdusta.”
Anak-anak akan selalu memperhatikan dan mengawasi perilaku orang-orang dewasa. Mereka akan mencontoh orang dewasa itu. Jika anak-anak itu mendapati kedua orang tua mereka berlaku jujur, maka mereka akan tumbuh di atas kejujuran.
Adalah Ibnu Abas ra, ketika menyaksikan Rasulullah saw yang melakukan sholat malam dihadapannya, maka ia bergegas untuk mengikuti beliau. Imam Bukhori meriwayatkan dari Ibnu Abas bahwa ia berkata, “aku pernah menginap di rumah bibiku, Maimunah, pada suatu malam. Lalu Nabi saw bangun malam. Beliau bangun, kemudian berwudhu. Selanjutnya mengerjakan sholat. Aku pun kemudian turut mengambil wudhu seperti yang dilakukan beliau, kemudian berdiri ikut mengerjakan disamping kiri beliau, lalu beliau memindahkanku di sebelah kanan beliau dan kemudian mengerjakan sholat.”
Ibnu Abas- yang waktu itu masih kecil- mengambil air wudhu seperti yang ia lihat dari Rasulullah saw, kemudian berdiri mengerjakan sholat. Demikianlah keteladanan yang baik itu memberikan pengaruh yang besar terhadap anak.
Kedua orang tua dituntut untuk memberikan keteladanan yang baik kepada anak-anak. Sebab, anak yang baru tumbuh akan selalu mengawasi perilaku kedua orang tuanya-juga pembicaraan- serta terus bertanya apa yang dilihat. Perhatikanlah bagaimana Abdulah Bin Abi Bakrah yang mengikuti doa-doa yang dipanjatkan oleh ayahnya dan menanyakan hal itu, dan kemudian ayahnya menjawab.
Abu Daud meriwayatkan dari Abdulah Bin Abi Bakrah bahwa ia berkata, “aku tanyakan kepada ayahku,” wahai ayahku, aku mendengar engkau setiap pagi mengucapkan, “ Ya Allah, berikan aku kesehatan dalam pendengaranku dan berikan aku kesehatan dalam pendanganku. Tiada sembahan yang hak selain Engkau.”
Engkau mengulanginya tiga kali di waktu pagi dan tiga kali di waktu sore. Ayah kemudian berkata, “wahai anakku, sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah saw berdoa dengan kalimat itu dan aku ingin mengamalkan sunah beliau.”
Kedua orang tua dituntut mengimplementasikan perintah-perintah Allah dan sunnah Rasulullah saw sebagai perilaku dan amalan serta terus menambah amalan-amalan sunah tersebut semampunya, karena anak-anak akan terus mengawasi dan meniru mereka setiap waktu. Kemampuan anak dalam menerima secara sadar maupun tidak sadar sangatlah tinggi, di luar yang kita duga, karena kita biasanya hanya memandangnya sebagai makhluk kecil yang belum mengerti dan belum sadar.
Metode Kedua: Memenuhi Hak Hak Anak
Bagi anak, saling memberi dan menerima hak dengan orang tua akan menanamkan perasaan positif dalam menghadapi kehidupan. Anak akan belajar bahwa hidup itu adalah menerima dan memberi.
Adalah Rasulullah saw pernah meminta izin kepada anak yang berada disamping kanan beliau, agar memberikan haknya kepada orang tua yang ada di sisi kiri beliau. Namun ternyata anak tersebut menolak memberikan haknya yang ia peroleh dari nabi kepada orang lain. Akhirnya beliau pun memberikan air kepada anak tersebut agar ia minum dan memberikan ucapan selamat menikmati haknya.
Pernah seorang anak mengadu kepada Rasulullah saw menjelang pecahnya perang uhud karena ia merasa dizalimi haknya karena tidak diikutsertakan dalam perang tersebut, sedang ada anak lain yang diikutkan. Ia berkata kepada Nabi saw, “wahai Rasulullah, engkau telah menerima putra pamanku untuk turut dalam perang, padahal jika aku bergulat dengannya pasti aku bisa mengalahkannya.” Rasulullah saw kemudian mengizinkannnya untuk bertarung dihadapan beliau dan ternyata ia bisa mengalahkan anak pamannya itu. Maka tidak ada pilihan lain bagi Rasulullah kecuali memberi izin kepadanya menjadi bagian dari tentara muslim dalam perang melawan kaum musyrikin.
Metode Ketiga: Bersikap Adil Dan Sama Terhadap Anak
Ini merupakan metode ketiga yang harus dipegang oleh para orang tua agar bisa merealisasikan apa yang mereka kehendaki, yaitu adil dan bersikap sama rata terhadap anak-anak. Kedua hal ini mempunyai pengaruh yang sangat besar agar anak mau berbakti dan patuh kepadaorang tua. jika ada orang tua yang bersikap tidak adil dan pandang bulu terhadap anak-anaknya, maka hal itu akan menimbulkan keirian antara satu dengan yang lainnya sebagaimana yang terjadi pada saudara-saudara Nabi Yusuf as, ketika mereka tahu bahwa hati ayah mereka lebih condong kepada yusuf, mereka pun menyalahkan ayah mereka dan akibatnya mereka melakukan hal yang sangat tercela.
Rasulullah saw telah menjelaskan kepada kita satu cara agar anak berbakti dan patuh kepada orang tua; yaitu bersikap adil dan sama terhadap anak.
Diriwayatkan dari Nu’man Bin Basyir bahwa ayahnya pernah bertemu dengan Nabi saw lalu berkata, sesungguhnya aku memberikan budakku kepada anakku ini.” Mendengar hal itu Nabi saw bertanya, apakah semua anakmu juga kamu beri?” dia menjawab, tidak. Rasulullah saw kemudian bersabda, janganlah engkau perlihatkan kepadaku ketidak adilan.” Beliau bertanya, apakah kamu ingin agar mereka semua sama dalam berbakti kepadamu.?” Dia menjawab, tentu. Rasulullah saw bersabda, “ kalau begitu jangan beda-bedakan mereka!”
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, Nasa’i Dan Ibnu Hiban dari hadist Nu’man Bin Basyir ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “ berbuat adillah kepada seluruh anak-anak kalian.”
Metode Keempat: Memberikan Bimbingan Pada Waktu Yang Tepat
Pemilihan waktu yang tepat dalam memberikan bimbingan kepada anak-anak dapat memberikan pengaruh yang besar dan mengena dalam benak meraka juga dapat mempermudah proses kegiatan mengajar.
Rasulullah saw sangat jeli dalam mempertimbangkan waktu dan tempat untuk membimbing anak-anak. Nabi saw memilih tiga waktu yang tepat untuk mendidik anak-anak. Tiga waktu itu adalah: Pertama: waktu berwisata dalam perjalanan. Rasulullah saw pernah memberi pelajaran kepada Ibnu Abas ketika sedang perjalanan, berada di udara bebas dan saat Ibn Abas menerima pesan, nasihat dan bimbingan Rasulullah saw. Rasulullah melakukannya ketika sedang berjalan di atas kendaraan.
Diriwayatkan dari Ibnu Abas ra bahwa ia berkata, “ Kisra pernah memberikan hadiah seekor bighal kepada Nabi saw lalu beliau menaikinya dan memboncengku di belakang. Beliau berjalan denganku cukup lama dan kemudian menoreh kepadaku dan bersabda, “nak!” aku menjawab, labbaik ya rasulullah.” Beliau kemudian bersabda, “peliharalah hak-hak Allah, niscaya Dia akan selalu menjagamu.”
Kedua: waktu makan. Jika orang tua tidak menamani anak ketika makan, maka anak akan berperangai tidak baik, dan orang tua akan kehilangan waktu yang tepat untuk mengajarkan sesuatu kepada anak. Rasulullah saw pernah makan bersama anak-anak, beliau mendapati beberapa kekeliruan yang kemudian beliau meluruskannya dengan bijak. Apa yang dilakukan Rasulullah tersebut memberikan pengaruh yang besar terhadap akal dan jiwa anak.
Diriwayatkan dari Umar Bin Abi Salamah ra bahwa ia berkata, ketika aku masih kecil, aku pernah berada di pangkuan nabi saw. Ketika tanganku hendak menyentuh piring, maka beliau bersabda kepadaku, “nak, sebutlah dulu nama Allah, lalu makanlah dengan tangan kananmu dan ambillah makanan yang terdekat darimu.”
Ketiga: ketika anak sedang sakit. Sakit bisa melembutkan hati orang dewasa yang bertipe kasar sekalipun. Apalagi dengan anak-anak yang hati mereka masih penuh dengan kelembutan. Seorang anak yang sedang sakit memiliki dua kelembutan, yaitu kelembutan fitrah sebagai anak-anak dan juga fitrah kelembutan hati ketika sakit.
Diriwayatkan dari anas ra bahwa ia berkata, “adalah seorang anak yahudi menjadi pelayan nabi saw, lalu suatu hari ia menderita sakit. Nabi kemudian datang menjenguknya, lalu beliau duduk di sisi kepalanya. Beliau bersabda kepadanya, “masuklah ke dalam agama islam!” lalu ia menatap ayahnya, lantas ayahnya berkata, patuhilah ayah al-qasim!” ia akhirnya mau masuk islam. Setelah itu beliau pamit dengan berucap,”segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka.”
Metode Kelima: Mendoakan Anak
Doa merupakan bagian dari dasar-dasar pokok yang musti dipegang teguh oleh kedua orang tua. Dengan doa dapat menambah rasa cinta dan kasih sayang. sehingga demi terwujudnya hal itu orang tua selalu mendoakan kebaikan untuk anak-anaknya.
Rasulullah saw mewanti wanti kepada para orang tua untuk tidak mendoakan keburukan untuk anak-anak mereka, sebab hal itu berlawanan dengan akhlak islam, bertentangan dengan ajaran rasulullah dan tidak sesuai dengan manhaj nabi saw. Rasulullah tidak pernah mendoakan keburukan atas orang-orang musyrik Tha’if, beliau justru berdo’a: aku berharap kepada Allah kiranya akan lahir dari anak cucu mereka itu orang-orang yang mau menyembah Allah.”
Metode Keenam: Jangan Mencela
Rasulullah saw tidak pernah mencela dan menyalahkan berbagai perbuatan dan perilaku anak. Adalah anas yang pernah menjadi pelayan beliau selama sepuluh tahun berturut-turut dan merasakan bagaimana pendidikan secara langsung dari nabi saw. Anas mengatakan, “beliau sama sekali tidak pernah mengomentari sesuatu yang aku lakukan dengan ucapan, “kenapa kamu lakukan itu?” juga tidak pernah mengatakan kepadaku mengenai sesuatu yang tidak aku lakukan dengan ucapan, “kenapa kamu tidak melakukan hal itu?”
Imam Ahmad juga meriwayatkan dari Anas bahwa ia berkata, “aku menjadi pelayan nabi saw selama sepuluh tahun. Beliau tidak pernah mencelaku, sekalipun aku berlambat lambat dalam melaksanakan perintahnya. Jika ada salah seorang dari keluarga beliau yang mencelaku, maka beliau justru berkata, sudah, biarkanlah dia! Andaikan memang ditakdirkan terjadi maka terjadilah.” Cara yang dilakukan rasulullah tersebut benar benar telah menanamkan pada jiwa anas perhatian yang teliti dan spirit rasa malu yang kemudian menjadikannya memberikan perhatian yang begitu serius terhadap Rasulullah saw.
Demikian beberapa tips dan metode dasar yang harus dipegang oleh kedua orang tua dan para pendidik, mudah-mudahan dengannya kita mampu menjadi pendidik yang bijak sebagaimana Rasulullah saw, dan semoga pendidikan yang kita berikan dalam rangka membentuk pribadi anak yang shalih dan shalihah, dan mendekatkan diri serta menggapai ridhaN Allah swt. Amin. Wallahu a’lam.
Referensi:
Muhamad Nur Abdul Hafidz Suwaid, Manhaj At Tarbiyah An Nabawiyyah Li At Thifl, (Bairut: Dar Al Wafa Al Mansurah, 1427)
Dr. Muhamad Fahd Ats-Tsuwaini, Kaifa Takuna Abawaini Mahbubain (Dar Iqra Lin Nasr Wa At Tauji’, 1426)
Naurah Binti Muhamad Sa’id, Ummahat Qarbu Abnaihinna
Sumber: Majalah YDSUI Mei 2012