Tafsir QS. Al-Hasyr: 18
Oleh: Tengku Azhar
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُون
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)
Tafsir Ayat
Al-Mufassir Imam Ibnu Katsir –rahimahullah- ketika menafsirkan ayat ini berkata: “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan lihatlah amal shalih apa yang telah kalian tabung untuk diri kalian sebagai bekal di hari kebangkitan dan hari diperhadapkannya kalian kepada Rabb kalian.”
Jangan sampai kalian menyesal, ketika kematian menjemput kalian sama sekali tidak memiliki bekal, dan kemudian kalian meminta penangguhan kepada Allah. Padahal itu mustahil akan terjadi.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ . وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ . وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: ‘Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?” Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Munafiqun: 9-11)
Imam Syihabuddin Mahmud bin Abdullah Al-Husaini Al-Alusi dalam Kitab Tafsirnya ‘Ruhul Ma’ani’ berkata, “Setiap perbuatan manusia yang telah dilakukan pada masa lalu, mencerminkan perbuatan dia untuk persiapan di akhirat kelak. Karena hidup di dunia bagaikan satu hari dan keesokan harinya merupakan hari akhirat, merugilah manusia yang tidak mengetahui tujuan utamanya.”
Hidup di dunia kita mesti memiliki bekal sekalipun jumlahnya sedikit. Terlebih lagi kelak di akhirat. Kehidupan akhirat tidaklah sama dengan dunia. Di dunia kita masih bisa mendapatkan pertolongan dan bantuan dari orang lain jika kita kekurangan bekal dan penghidupan. Namun kelak di akhirat tidak akan ada orang yang bisa menolong kita sedikitpun, sekalipun itu orang terdekat kita.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَإِذَا جَاءَتِ الصَّاخَّةُ . يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ . وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ . وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ . لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيه
“Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua). Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya. Dari ibu dan bapaknya. Dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS. Abasa: 33-37)
Pada ayat di atas (QS. Al-Hasyr ayat 18), Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan kaum mukminin agar tidak nekat mati. Karena kematian bukanlah akhir dari segala permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Mati adalah pindah dari kehidupan duniawi menuju kehidupan ukhrawi.
Kematian merupakan kelanjutan kehidupan dunia ini. Di akhirat, manusia kelak akan menerima dan mendapatkan ganjaran yang sesuai dan setimpal atas apa yang telah mereka perbuat di dunia ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ . وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Az-Zilzalah: 7-8)
Dan firman Allah:
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
“Dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: ‘Aduhai celaka kami, Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak Menganiaya seorang juapun.” (QS. Al-Kahfi: 49)
Si Cerdas Yang Berbekal
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
“Orang yang cerdas adalah mereka yang mampu menahan hawa nafsunya dan beramal (berbekal) untuk kehidupan setelah mati. Orang yang bodoh adalah mereka yang mengumbar hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah (diampuni dosa-dosanya).” (HR. At-Tirmidzi)
Inilah orang yang cerdas. Orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya dan kemudian beramal untuk bekal di kehipan akhirat kelak. Adapun si Bodoh, mereka yang memperturutkan hawa nafsu mereka, dan kemudian mereka berangan-angan pasti akan di ampuni oleh Allah dan pasti masuk jannah. Tepatnya orang-orang bodoh akan berangan-angan: Kecil di manja, Muda kaya raya, Tua poya-poya, dan Mati masuk surga.
Untuk itu pulalah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang kita dari meremehkan kebaikan sekecil apapun ia. Karena kebaikan sekecil apapun kelak akan dibalas oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Syaikh Khalid Abu Shalih dalam bukunya Az-Zair Al-Akhir, telah menghimpunkan untuk kita beberapa amalan yang terbaik untuk kita jadikan sebagai bekal kelak di akhirat.
Beliau –hafizhahullah- berkata:
Saudaraku, berikut ini merupakan bekal bagi kita untuk menuju alam akhirat. Dengan bekal ini diharapkan perjalanan panjang yang akan kita lalui menjadi mudah. Dan semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan kita semua dalam melewati alam barzakh, makhsyar, hisab, mizan, dan sirath. Bekal-bekal tersebut di antaranya adalah:
- Keimanan kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, para Rasul-Nya dan hari Akhir serta Qadar baik dan buruk.
- Menjaga shalat fardhu lima waktu di masjid dengan mengerjakannya secara berjama’ah pada waktunya, dengan penuh kekhusyu’an dan memahami makna-maknanya. Sedangkan bagi wanita, shalat di rumah adalah lebih utama.
- Mengeluarkan zakat wajib pada waktunya sesuai dengan ukuran dan sifat-sifatnya yang telah disyari’atkan.
- Puasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan pengharapan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- Haji yang mabrur, sebab tiada balasan baginya kecuali surga dan berumrah di bulan Ramadhan yang pahalanya setara haji bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
- Mengerjakan hal-hal yang sunnah, yaitu yang di luar shalat lima waktu, zakat, puasa dan haji. Dalam hadits Qudsi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, artinya, “Dan senantiasalah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan hal-hal yang sunnah hingga Aku mencintainya.” (HR. Al-Bukhari dan Ahmad)
- Segera bertaubat yang sebenarnya dari semua perbuatan maksiat dan munkar serta bertekad untuk memanfaatkan waktu-waktu yang tersedia dengan memperbanyak istighfar, dzikir, dan beragam jenis keta’atan.
- Berbuat ikhlas kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan riya’ dalam segala urusan. (Baca: QS. Al-Bayyinah: 5)
- Mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya yang hanya bisa terealisir dengan mengikuti Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (Baca: QS. Ali ‘Imran: 31)
- Mencinta karena Allah, membenci karena Allah, loyal karena Allah dan memusuhi karena Allah. Dan konsekuensi dari hal ini adalah mencintai kaum mukminin sekali pun mereka jauh, dan membenci orang-orang kafir sekali pun mereka dekat.
- Takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Yang Maha Agung, mengamalkan wahyu-Nya, rela hidup berkekurangan serta bersiap diri menyambut hari kepergian (saat kematian). Inilah hakikat takwa.
- Bersabar atas bencana yang menimpa, bersyukur di saat mendapatkan kesenangan, merasa selalu dalam pengawasan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam setiap kondisi serta berharap mendapatkan karunia dan pemberian-Nya.
- Bertawakkal dengan baik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Baca: QS. Al-Ma’idah: 23)
- Menuntut ilmu yang bermanfa’at dan berusaha untuk menyebarkan dan mengajarkannya. (Baca: QS. Al-Mujadilah: 11; Ali ‘Imran: 187)
- Mengagungkan Al-Qur`an dengan mempelajari dan mengajarkannya, menjaga batasan-batasan dan hukum-hukumnya, mengetahui halal dan haramnya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. Al-Bukhari)
- Berjihad di jalan Allah, murabathah di jalan-Nya, tegar menghadapi musuh dan tidak lari dari medan peperangan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Janganlah kamu mengangankan bertemu musuh, mintalah keselamatan kepada Allah; jika kamu bertemu mereka, maka bersabarlah dan ketahuilah bahwa surga berada di bawah kilatan pedang.” (Muttafaqun ‘alaih)
- Menjaga lisan dari hal-hal yang diharamkan seperti berdusta, ghibah (menggunjing), namimah (mengadu-domba), mencaci, melaknat, berkata kotor dan musik. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (Muttafaqun ‘alaih)
- Menepati janji, menunaikan amanah, tidak berkhianat dan licik. (Baca: QS. Al-Ma’idah: 1; QS. Al-Baqarah: 283)
- Tidak melakukan zina, minum khamr, membunuh jiwa yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali dengan haq, berbuat zhalim, memakan harta orang lain secara batil, memakan riba dan memakan sesuatu yang secara syari’at bukan miliknya. (Baca: QS. Al-A’raf: 33)
- Wara’ (menjaga kesucian diri) dalam hal makanan dan minuman serta menghindari sesuatu yang tidak halal darinya. (Baca: QS. Al-Maidah: 3)
- Berbakti kepada kedua orangtua, menyambung tali rahim, mengunjungi teman-teman, bersabar atas tingkah polah mereka, mengupayakan berbuat baik, terhadap orang dekat atau pun jauh. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang memenuhi hajat saudaranya, niscaya Allah akan memenuhi hajatnya dan barangsiapa yang menghilangkan satu dari kesulitan-kesulitan di dunia yang dihadapi seorang mukmin, niscaya Allah akan menghilangkan satu dari kesulitan-kesulitan di hari Kiamat yang dihadapinya.” (Muttafaqun ‘alaih)
- Menjenguk orang sakit, berziarah kubur, mengiringi jenazah, sebab hal itu dapat mengingatkan akhirat dan membuat zuhud dalam kehidupan di dunia.
- Tidak memakai pakaian yang diharamkan seperti sutera, emas, tidak berpakaian melebihi mata kaki bagi laki-laki (Isbal) dan menggunakan bejana-bejana yang terbuat dari emas dan perak untuk makan dan minum.
- Berhemat dalam nafkah, menjaga nikmat dan tidak berbuat mubazir. (Baca: QS. Al-Isra’: 26)
- Tidak dengki, iri, memusuhi, saling membenci dan menjatuhkan kehormatan kaum Muslimin dan Muslimah dengan tanpa haq.
- Beramar ma’ruf nahi munkar, berdakwah mengajak orang kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan cara hikmah dan Mau’izhah Hasanah.
- Berlaku adil terhadap manusia, tolong-menolong dalam berbuat kebajikan dan takwa. (Baca: QS. Al-An’am: 152)
- Berakhlak mulia seperti Tawadhu’ (rendah hati), kasih sayang, lemah lembut, malu, halus hati, menahan emosi, dermawan, tidak sombong, angkuh, dan sebagainya.
- Menjalankan hak-hak anak-anak dan isteri secara penuh dan mengajarkan mereka masalah-masalah agama yang diperlukan.(Baca: QS. At-Tahrim: 06)
- Memberi salam dan membalasnya, mendoakan orang yang bersin, memuliakan tamu dan tetangga, menutupi aib pelaku maksiat semampunya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang menutupi (aib) saudaranya sesama muslim, maka Allah akan menutupi (aibnya) pada hari Kiamat.” (Muttafaqun ‘alaih)
- Zuhud di dunia, pendek angan-angan sebelum ajal menjemput.
- Cemburu (sensitif) terhadap kehormatan, memicingkan mata dari hal-hal yang diharamkan.
- Menghindari hal yang sia-sia dan bermain-main serta melakukan perkara-perkara positif.
- Mencintai shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan keluarga beliau (pen), berlepas diri dari orang-orang yang membenci atau mencela mereka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang mencela para shahabatku, maka atasnya laknat Allah, malaikat dan seluruh manusia.” (HR. Ath-Thabarani, dinilai Hasan oleh Syaikh Al-Albani)
- Mendamaikan sesama manusia, menengahi beda pendapat di antara dua orang yang berselisih pendapat sehingga jurang perselisihan dan perpecahan tidak meluas.
- Tidak mendatangi dukun, ahli nujum, para tukang sihir, para peramal dan sebagainya.
- Wanita hendaknya patuh terhadap suaminya, menjaganya dalam harta, anak dan ranjangnya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bila seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan mena’ati suaminya, maka akan dikatakan kepadanya, “Masuklah ke surga dari pintu mana saja yang kamu kehendaki.!” (HR. Ibnu Hibban, dinilai Shahih oleh Syaikh Al-Albani)
- Tidak berbuat bid’ah (mengada-ada) di dalam agama atau menyeru kepada kebatilan dan kesesatan.
- Kaum wanita hendaknya tidak menyambung rambutnya dengan rambut lain (menyanggul atau rambut Wig), tidak mentato, mencukur alis, meratakan gigi dengan tujuan hanya untuk mempercantik diri.
- Tidak mematai-matai kaum Muslimin dan mengungkap aurat serta menyakiti mereka. Wallahu A’lamu bish Shawab. Sumber: Majalah YDSUI
Di dalam As Shahih diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah saw bersabda :
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ، صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يَنْتَفِعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
“Apabila seorang anak Adam meninggal, maka akan terputus amalannya kecuali tiga perkara : shadaqoh jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan kepadanya”.Hadits ini menunjukkan terputusnya amalan seseorang itu dengan kematiannya, dan waktu untuk beramal adalah selama dia masih berada dalam kehidupannya.
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: [1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, [2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, [3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, [4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, [5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalamAt Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir)
like
Assalamualaikum wr wb.
Tulisan persiapan bekal akhirat sangat bagus sekali, mohon izin untuk share. Tks.
silahkan akh
Bismillah, maasyaAllah ijin share