Umar bin Khattab berkata, “Sungguh, hati ini memiliki rasa semangat dan jenuh. Apabila ia semangat maka manfaatkanlah dengan menambah ibadah-ibadah sunnah, dan apabila dalam kondisi jenuh maka kuatkanlah dengan amalan-amalan wajib.” (az-Zamkhasyari dalam Rabi’ al-Abrar, hal. 158, Dari Imam Ali Radhiallahu ‘anhu)
Beliau juga berkata, “Memuji orang itu sama halnya dengan menyembelihnya! karena orang yang disembelih pasti akan terputus dari amalnya. Demikian juga dengan orang yang dipuji-puji, karena pujian itu menyebabkan terputusnya kesemangatan dalam beramal, lagi melahirkan sifat sombong dan bangga diri.” (al-Ghazali, dalam Ihya’ Ulumuddin, 3/160)
Ibnu Mas’ud berkata, “Janganlah kamu terlalu bersusah-payah menghabiskan malammu (untuk beramal)! Karena kamu tidak akan mampu melakukannya. Jika salah seorang dari kalian telah mengantuk maka hendaklah ia tidur! karena hal itu lebih baik baginya.” (Diriwayatkan oleh Abdurrozak; 2/500, Ibnu Abi Syaibah; 13/31, at-Thabrani; 9/106)
Sebagian salaf berkata, “Jika orang beramal karena di landasi rasa takut, terkadang amalan itu akan putus lantaran adanya harapan. Namun jika ia beramal karena cinta, maka tidak akan ada rasa jenuh yang menghampirinya.” (Ibnu Rajab, Jami’ul ‘ulum wal hikam; 2/341)
Ibnu Qayyim berkata, “Rasa jenuh itu pasti akan menghampiri para aktivis. Siapa yang ketika jenuh menggunakannya untuk semakin memompa semangat dan mendekatkan diri kepada Allah, tidak meninggalkan yang wajib, dan tidak melakukan hal yang haram, tentu harapan besar baginya akan menjadi lebih baik dari sebelumnya.” (Madarij as-Salikin; 3/122)
Pada kesempatan lain beliau mengatakan, “Sesungguhnya orang yang bersegera memenuhi seruan Allah adalah orang yang gemar mentaati-Nya. Ia hidup dengan dengan membawa seluruh amal baiknya, setiap kali bertambah ketaatan dan amal baik, semakin bertambah pula pahalanya. Seperti perumpamaan musafir yang mendapat keuntungan sepuluh kali lipat modal hartanya. Ketika bersafar kedua kalinya, ia pun mendapatkan keuntungan sepuluh kali lipat dari modal sebelumnya. Lalu ketika ia bersafar ketiga kalinya dengan membawa modal dari semua harta yang ia peroleh, lagi-lagi ia memperoleh untung yang sama, dan begitu seterusnya. Apabila orang itu tiba-tiba terputus dari safarnya sekali saja, niscaya ia akan melewatkan keuntungan besar yang setara dengan modal seluruh harta yang ia punya saat itu atau bahkan lebih.” (Madarij as-Salikin; 1/305)
Sebagian salaf berkata, “Orang yang beramal karena dilandasi rasa cinta, tidak akan dihampiri rasa jenuh.” (Abu Thalib al-Makki, Faut al-Qulub; 2/91)
Ibnu Sammak berkata, “Hati itu bisa lunak dengan mendengarkan nasihat. Dan ia bisa mengeras karena selalu menuruti rasa bosan dan jenuh.” (az-Zamkhasyari; Rabi’ al-Abrar wa nushush al-Akhyar; 3/403)
Ali bin Musa berkata, “Sungguh, hati ini memiliki rasa semangat dan jenuh. Apabila hati semangat ia akan mudah memahami dan menerima, namun jika ia jenuh, maka akan terjadi rasa lesu dan bosan. Maka manfaatkanlah ketika ia semangat dan acuhkanlah ketika ia jenuh dan bosan.” (at-Tadzkirah al-Hamduniyah, Ibnu Hamdun; 1/276). [Fatih Izzul Islam)
Sumber:
https://dorar.net/akhlaq/2564/أقوال-السلف-والعلماء-في-الفتور