Raja bin Haiwah lahir di Baisan, Palestina pada akhir masa pemerintahan ‘Utsman bin ‘Affan. Beliau berasal dari kabilah Kindah. Tumbuh dalam ketaatan kepada Allah sejak kecilnya. Beliau dikenal rajin menuntut ilmu, hingga beliau diakui kealiman dan kefaqihannya oleh para ulama. Semangat beliau dalam menuntu ilmu diakui terutama dalam mempelajari Kitabullah dan Al-Hadits. beliau banyak berguru kepada para sahabat pada masa itu. Diantaranya Abu Darda, Abu Umamah, Abdullah bin Amru bin Ash dan yang lainya. Mereka menjadi lentera hidayah dan cahaya pengetahuan bagi beliau.
Ia memiliki sebuah motto yang dijadikan sebagai pegangan hidup,
Alangkah indahnya Islam bila berhiaskan Iman
Alangkah indahnya Iman bila berhiaskan Ilmu
Alangkah indahnya Ilmu bila berhiaskan Taqwa
Alangkah indahnya Taqwa bila berhiaskan Amal.
Raja’ bin Haiwah menjabat sebagai wazir (menteri) dalam beberapa periode kekhilafahan Bani Ummayah, dimulai dari masa pemerintahan ‘Abdul Malik bin Marwan hingga masa ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz. Hanya saja hubungannya dengan Sulaiman bin ‘Abdul Malik dan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz lebih dekat daripada hubungannya dengan khalifah-khalifah lain.
Yang membuat beliau mendapat tempat di hati para khalifah Bani Ummayah ini adalah karena kecerdasannya, pandangannya yang tepat, kejujuran, keikhlasan, serta ketegasan dan hikmahnya dalam memutuskan sesuatu. Di samping itu juga karena kezuhudan beliau terhadap kemewahan dunia yang ada di tangan para penguasa tersebut.
Ada sebuah kisah tentang Raja’ bin Haiwah yang menggambarkan cara pergaulannya dengan khalifah dan bagaimana beliau membatasi diri dalam tugasnya. Beliau menceritakan kisahnya sendiri dalam suatu riwayat:
“Suatu saat aku berdiri di antara sekelompok orang bersama Khalifah Sulaiman bin ‘Abdul Malik, lalu kulihat seseorang dari kerumunan massa berjalan mendekatiku. Orang itu berupa tampan dan terlihat penuh wibawa. Orang itu menerobos kerumunan masa sehingga aku merasa pasti dia hendak menghampiri khalifah. Akan tetapi dia berhenti di sisiku serta memberi salam dan berkata: “Wahai Raja’, engkau telah mendapatkan ujian melalui orang ini (sambil menunjuk Khalifah). Mendekatinya akan mendatangkan banyak kebaikan maupun kejahatan, jadikanlah kedekatanmu dengannya untuk kebaikan bagi dirimu dan orang lain.”
“Ketahuilah wahai Raja’, bila seseorang memiliki kedudukan di sisi penguasa kemudian dia mengurus kebutuhan orang yang lemah yang tak mampu mengajukannya kepada penguasa, maka dia akan menjumpai Allah Ta’ala di Hari Kiamat nanti dengan kedua kaki yang mantap untuk dihisab.”
KAMI MEMBUKA PELUANG INVESTASI, ANDA TERTARIK? KLIK DISINI
“Ketahuilah wahai Raja’, barangsiapa suka membantu hajat saudaranya sesama muslim, maka Allah akan memenuhi hajatnya. Ketahuilah wahai Raja’, bahwa amalan yang disukai Allah adalah bila membahagiakan hati seorang muslim lainnya.”
Ketika aku sedang memperhatikan dengan seksama kata demi kata orang tersebut dan menunggu kelanjutannya, Khalifah memanggil, “Mana Raja’ bin Haiwah?” Aku bergegas menuju ke tempatnya seraya menjawab “Aku di sini, ya Amirul Mukminin”. Khalifah menanyakan sesuatu, setelah itu ku jawab dan kulayani. Aku segera menengok ke arah orang yang menasehatiku tadi, tapi dia sudah tidak ada, kucari di antara kerumunan manusia, tapi tak ku temukan juga.”
Sebuah kisah lagi yang mengambarkan betapa bagusnya perangai yang ia punya “Suatu hari ada orang mengadu kepada Khalifah Abdul Malik bin Marwan tentang adanya seseorang yang membenci Bani Umayah dan berpihak kepada Abdullah bin Zubair. Si pelapor menceritakan perkataan dan perbuatan orang yang dimaksud, hingga memancing amarah Khalifah dan mengancam: “Demi Allah jika Allah memberiku kesempatan untuk menangkapnya, sungguh aku akan melakukannya, akan aku kalungkan pedang di lehernya!”
Tak berselang lama setelah itu Allah mentaqdirkan Khalifah menangkap orang yang diadukan tersebut. Dia digiring ke Khalifah dengan kasar. Ketika melihat orang itu, Khalifah naik pitam dan hampir melaksanakan ancamannya, namun Raja’bin Haiwah berkata :”Wahai amirul mukminin, Allah telah memberi Anda kesempatan untuk melaksanakan keinginan Anda dengan kekuatan yang Anda miliki, maka sekarang lakukanlah untuk Allah apa yang disukai-Nya, yaitu ampunan.”
Seketika itu juga amarah Amirul Mukminin menjadi reda dan menjadi tenanglah hatinya. Kemudian dia memaafkan orang tersebut, melupakannya dan memperlakukannya dengan baik.
Betapa indah kata yang ia sampaikan. Tidak tampak sedikitpun rasa benci maupun marah. Kisah lain yang menggambarkan bakti dan ketawadhuan yang ia miliki sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Al-Asbahani rahimahullah dalam kitab Hilyatul Auliya’ bahwa pernah suatu saat Raja’ bin Haiwah mengisi kajian pagi setelah subuh yang dihadiri oleh murid-muridnya yang banyak hingga terbitlah matahari. Tiba-tiba di tengah kajian datanglah ibunya (ibu dari Raja’ bin Haiwah rahimahullah) dan memanggil beliau, “Ya Raja’, hari telah pagi. Beri makan ayam!” Beliau tanpa malu & gengsi menjawab panggilan ibunya itu dengan, “Labbaika, wa saddaika ya umma.” (Aku penuhi panggilanmu wahai ibu). Lalu beliau segera menutup majelis ilmunya dan bersegera melaksanakan perintah ibunya tersebut.
Subhanallah, meskipun beliau telah menjadi orang besar dengan jabatan tinggi, tak menghalangi beliau untuk berbakti kepada orangtuanya yang telah banyak memberikan pelajaran hidup kepada beliau. Wallahu a’lam.[]
Sumber :
Tahdzibut Tahdzib 3/265
Taqribut Tahdzib 1/248
Al Jarh Wa Ta’dil 3/2266
Hilyatul Auliya’ 5/170
Siyarul A’lam An Nubala’ 4/557