Ada kisah, seseorang membaca ayat di hadapan neneknya. Ayat Yang dibaca:
لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِن بُيُوتِهِنَّ
“Janganlah kamu keluarkan mereka (para istri) dari rumahnya… “ (QS. Al Thalaq: 1)
Si nenek lalu menangis. Lalu seorang bertanya mengapa nenek menangis?
Nenek menjawab: Allah sangat sayang kepada kami (para istri). Lihatlah, rumah-rumah itu dinisbatkan kepada kami (para istri).
Biasanya, rumah adalah milik suami. Akan tetapi, Allah -ta’ala- menisbatkan rumah itu kepada para istri. Hal ini menunjukkan bahwa rumah adalah ‘kerajaan istri’, berada dalam ri’ayah dan pengelolaan istri.
Biasanya, rumah adalah milik suami, tapi Allah mengatakan ‘agar suami yaskunu (tinggal, cenderung, merasa tenang) kepada istri (ar-Rum: 21).
Ternyata, ayat-ayat Al Qur’an yang menyebutkan kata rumah (bait, buyut) yang bersanding dengan istri (perempuan), menisbatkan rumah itu kepada istri, meskipun milik suami.
Berikut ayat-ayatnya:
وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِه ِ
“Dan perempuan yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya menggoda dirinya …” (Yusuf: 23)
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu (istri) tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliyah dahulu …” (Al-Ahzab: 33)
… وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَىٰ فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ
“Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu (para istri) dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu)…” (Al-Ahzab: 34)
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ
“Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu idah itu, serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahnya … “ (At-Thalaq: 1)
Bahkan, saat terjadi talak, suami tidak boleh mengeluarkan istri yang ditalaknya dari rumahnya (nisbat kepada istri).
Satu ayat yang menyebutkan bahwa rumah tidak dinisbatkan kepada istri, yaitu ketika istri berbuat faahisyah (zina):
وَاللاَّتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِن نِّسَآئِكُمْ فَاسْتَشْهِدُواْ عَلَيْهِنَّ أَرْبَعةً مِّنكُمْ فَإِن شَهِدُواْ فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّىَ يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللّهُ لَهُنَّ سَبِيلاً
“Dan para perempuan yang melakukan perbuatan keji di antara perempuan-perempuan kamu, hendaklah terhadap mereka ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Apabila mereka telah memberi kesaksian, maka kurunglah mereka (perempuan itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan (yang lain) kepadanya … “. (An-Nisa’: 15)
Inilah salah satu cara Al Qur’an memuliakan perempuan (istri). Wallahu a’lam bis shawab. [Ust. Ikhwanuddin]