Mungkin bagi sebagian orang nama al-Kassani terdengar agak asing. Imam al- Kasani adalah penulis kitab Bada’i ash Shana’i fi Tartib asy-Syara’i atau biasa disingkat dengan Bada’i ash Shana’i. Beliau dilahirkan di Kasan, kadang orang-orang dulu menyebutnya Qasyan, dan sekarang dikenal dengan nama Kazan, daerah yang terletak di sebelah tenggara Uzbekistan, tidak terlalu jauh jaraknya dengan tempat kelahiran Imam Bukhari, kota Bukhara.
Kitab Bada’i Ash Shana’i adalah uraian atau syarah dari kitab at-Tuhfah (Tuhfatul Fuqaha) karya guru beliau yang bernama Muhammad bin Ahmad bin Abu Ahmad As Samarqandi (w 540 H) atau yang lebih dikenal dengan nama Imam As Samarqandi, seorang ulama besar ahli fiqih dari mazhab Hanafi. Namun ada juga yang berpendapat bahwa kitab beliau bukan lah sebagai syarah namun pelengkap untuk kitab karya guru beliau. Kitab ini merupakan salah satu rujukan bagi orang yang bermadzhab Hanafi, selain kitab al-Mabsuth karangan Imam Kamal Ibnu Humam.
Identitas Kitab
- Nama kitab : Bada’i ash-Shana’i fi Tartib asy-Syara’i
- Penulis kitab : Imam Ala-Uddin Abu Bakar bin Mas’ud bin Ahmad Al Kasani Al Hanafi
- Jumlah jilid : 10 Jilid
- Tahun terbit : 1426 H – 2005 M
- Penerbit : Darul Hadits
- Tempat terbit : Kairo
Biografi al-Kassani
Satu hal yang menarik lagi dari kitab ini adalah, penulis selain menyantumkan biografi dari Imam Al Kasani beliau juga mencantumkan biografi secara ringkas dari Imam Abu Hanifah, murid-murid beliau, metodologi penulisan dari madzhab Hanafi bahkan beberapa istilah istilah yang sering digunakan didalam kitab-kitab bermadzhab Hanafi, seperti jika didalam kitab tersebut dikatakan a’immatuna ats-Tsalats, maka yang dimaksud adalah Abu Hanifah Abu Yusuf dan Muhammad dan sebagainya.
Nama asli Ibn Mas’ud al-Kasani adalah Abu Bakar Mas’ud bin Ahmad bin Alauddin al-Kasani. Sebutan al-Kasani diambil dari istilah kasan, sebuah daerah di sekitar Syasy. Dalam kitab Misytabihun Nisbah karya ad-Dzahabi disebutkan, bahwa daerah Kasan merupakan daerah yang luas di Turkistan dan penduduk aslinya sering menyebut daerah tersebut dengan kasan (yang berarti sebuah tempat yang indah dan memilki benteng yang kokoh).
Tahun kelahiran al-Kasani tidak disebutkan dengan jelas, sedangkan waktu wafatnya adalah pada tanggal 10 Rajab 587 H. Ibnu ‘Adim berkata: “saya mendapatkan Dhiyya ad-Din berkata: saya mendatangi al-Kasani pada hari kematiannya dan beliau membaca surah Ibrahim”
Al-Kasani merupakan salah satu ulama madzhab Hanafi yang tinggal di Damaskus pada masa kekuasaan sultan Nuruddin Mahmud. Di masa ini pula al-Kasani menjadi gubenur daerah Halawiyah di Alepo
Di antara guru-guru al-Kasani adalah sebagai berikut: Alaudin Mahmud bin Ahmad as-Samarqandi, al-Kasani belajar fiqh dengan beliau, beliau adalah pengarang kitab fiqh at-Thuhfah, al-Kasani membaca sebagian besar karangan-karangannya. Kemudian Sadr al-Islam Abi al-Yasar al-Badawi, Abu al-Mu’min Maemun al-Khahuli dan Majidul Aimah Imam al-Ridlo al-Syarkasi.
Adapun diantara murid-murid al-Kasani adalah; Mahmud yaitu putra al-Kasani, dan Ahmad bin Mahmud al-Ghoznawi, yaitu pengarang kitab al-Muqaddimah al-Ghoznawiyah al-Fiqh al-Hanafi.
Di antara karya al-Kasanni adalah Badai’ ash-Shanai’fi Tartib al-Sharai’. Sebagaimana telah dijelaskan, kitab ini adalah syarah kitab Tuhfah al-Fuqaha karya al-Samarqandi.
‘Syaraha Tuhfatahu Wa Zawwajahu Ibnatahu’
Ada cerita yang menarik tentang Imam Al Kasani, diceritakan bahwa Imam as-Samarqandi menikahkan putrinya yang bernama Fathimah dengan Imam Al Kasani dengan menjadikan kitab Bada’i ash Shana’i sebagai maharnya.
Putri sang guru yang bernama Fathimah adalah salah satu wanita terbaik di zamannya. Cantik rupawan dan pintar ilmu agama, belajar fikih langsung dari ayahnya bahkan beliau hafal diluar kepala isi kitab at-Tuhfah yang dikarang oleh ayahnya, Sebelum menikah Fathimah binti Alauddin as-Samarqandi biasa menyertai ayahnya ketika berfatwa. Maka semua fatwa itu keluar ditulis sendiri olehnya dan oleh ayahnya.
Karena keistimewaannya tersebut wajar banyak laki-laki yang ingin mempersuntingnya, bahkan pangeran dari kalangan kerajaan banyak yang ingin meminangnya, tetapi semua ditolak karena tidak ada yang yang berkenan di hati sang guru.
Sampai suatu hari ada seorang murid yang datang belajar kepada Imam As Samarqandi, murid ini terkenal dengan kerajinan, ketekunan dan kepintarannya serta cepat faham pelajaran yang diajarkan, hingga pada suatu hari sang murid datang kehadapan gurunya dengan membawa syarah dari isi kitab gurunya yang bernama at-Tuhfah itu, melihat syarah kitab tersebut sang guru merasa senang sekali lalu murid tersebut di nikahkan dengan putrinya dengan syarah kitab tersebut sebagai maharnya. Setelah menikah kelak, semua fatwa yang keluar menggunakan tulisan tangannya, ayahnya dan suaminya. Ketika suatu saat suaminya melakukan kesalahan, ia segera mengoreksinya.
Syarah kitab tersebut bernama Bada’i ash-Shana’i dan sang murid tersebut tidak lain dan tidak bukan ialah Imam al-Kasani sendiri. Maka para ulama di zaman al-Kassani berkata perihal al-Kassani: “Syaraha tuhfatahu wa zawwajahu ibnatahu” (Dia syarah kitab gurunya, dan dia dinikahkan dengan putrinya).
Kisah ini unik, kiranya menjadi inspirasi bagi para penunutut ilmu. Pelajaran yang bisa diambil adalah; merupakan kebahagiaan yang tak terkira bagi seorang guru manakala dirinya melihat ilmu yang diajarkannya diamalkan, disebarkan dan membawa manfaat kepada banyak orang.
Isi Kitab
Syarah kitab ini bukanlah mensyarah hal-hal yang dirasa kurang jelas kemudian mengkritiknya dengan syarah, tetapi didalam kitab Bada’i, ini, al-kasani merapikan atau merincikan kitab at-tuhfah milik gurunya sehingga kita akan mendapati di dalamnya lafadz kitab Tuhfah namun dengan susunan yang baru dan lebih rapi.
Kemudian metodologi penulisan pada kitab ini sebagai mana kitab fiqih pada umumnya, yaitu bab pertama menjelaskan tentang thaharah kemudian bab kedua tentang shalat dan seterusnya. Namun walaupun kitab ini menukil pendapat imam madzhab lainnya kitab ini tetap bergenre madzhab Hanafi. Contohnya dalam pembahsan rukun wudhu di dalam kitab ini maka kita tidak akan mendapati niat pada rukun pertama, karena madzhab Hanafi berpendapat untuk amalan yang bersifat dzahir maka tidak harus menjadikan niat sebagai rukunya.
Kelebihan dari kitab ini, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abidaini dalam kitabnya al-Hasyiah: ” Kitab ini adalah kitab yang penting, saya belum mendapatkan yang semisal dengannya“.
Kitab ini memiliki bahasa dan penjelasan yang sangat mudah di mengerti karena penjelasan yang di paparkan begitu rinci, bahkan dalam penyebutan hadist penulis mencantumkan derajat hadist dari beberapa ulama hadist, bahkan beliau juga menyebutkan kitab-kitab hadits beserta halaman dan juz, selain itu juga ketika didalam kitab menyebutkan nama seseorang maka di footnote kita dapat menemukan biografi ringkasnya.
Ringakasan dari pembahasan kitab Bada’i Shana’i ini kurang lebih sebagai berikut :
Jilid 1,2, : Fiqih Ibadah
Jilid 3 : Sebagian fiqih ibadah dan sebagian fiqih munakahat
Jilid 4 : Sebagian kitab al-aiman dan sebagian fiqih munakahat
Jilid 5 : Fiqih Munakahat dan sebagian fiqih muamalah
Jilid 6,7,8 : Fiqih muamalah
Jilid 9,10 : Fiqih Jinayat
Penutup
Kesimpulannya, menurut hemat kami kitab ini sangat cocok di gunakan untuk pelajar di dalam bidang fiqih, terkhusus pada fiqih Madzhab Hanafi apalagi kitab ini juga mengusung tema fiqih perbandingan sehingga menjadikan kitab ini samakin menarik untuk di baca, di kaji maupun di jadikan sebagai sumber rujukan. Wallahu a’lam bisshawab. [Syahid Fauzan Askarullah]
BACA JUGA: Gegara Dikira Menghina Nabi, Imam Waki’ Hampir Disalib