14 Februari dianggap sebagai hari spesial bagi mayoritas masyarakat, terutama kalangan remaja. Moment dimana sepasang kekasih saling menyayangi meski belum terikat ikatan suci. Valentine Day, hari kasih sayang atau dikenal dengan V-Day adalah bentuk perayaan yang diadopsi dari budaya barat dengan lingkup kebebasan. Hari Valentine Day selalu saja dimeriahkan oleh atribut bernuansa cinta menjadi sasaran empuk para kapitalis meraup kantong rupiah sebanyak-banyaknya di berbagai pusat perbelanjaan. Simbol utama V-Day menampilkan batangan cokelat berbentuk hati sebagai hadiah agar mengikat dan terkesan menarik.
Pengaruh kuat perayaan V-Day banyak berakibat negatif bagi bangsa dengan sangat memprihatinkan. Sebagai contoh di sejumlah mini market, apotek dan pedagang kaki lima di Bandar Lampung rata-rata bisa menjual 6-8 kotak perharinya menjelan hari Valentine Day dan pembelinya usia 17-23 tahun (lampung.tribunnews.com). Tak hanya itu, fenomena seks bebas juga meningkat tajam. Berdasarkan survei Tim Riset Kaltim Post tahun lalu terhadap 35 remaja di kota Samarinda yang berusia 16 hingga 18 tahun diperoleh data, sebanyak 6 remaja terbiasa merayakan Hari Valentine dengan berhubungan badan. Yang lebih memprihatinkan sebanyak 5 dari 6 orang tersebut masih berstatus sebagai pelajar di salah satu sekolah negeri menengah atas di Kota Samarinda (riaupos.co).
Maraknya freesex pada momen V-Day adalah bentuk degradasi moral dan ancaman yang mengintai generasi kaula muda sehingga patut diberikan perhatian serius. Kenyataannya, hari kasih sayang atau hari percintaan menjadi kedok perzinaan secara serentak. Ditambah lagi perayaan Valentine Day yang selalu melabrak norma agama, hura-hura dengan pesta, minuman keras, hingga mewabahnya perzinaan yang berpotensi merusak generasi harapan bangsa.
Ironi Sebatang Cokelat
Hari Valentine Day disinyalir merupakan ajang mengirimkan pesan cinta para pemuda yang sedang dilanda kasmara. Padahal, hakikatnya mereka adalah jajaran pemuda yang sedang memanen dosa akibat dimabuk syahwat. Keuntungan yang ada akan selalu berada di pihak kaum pria, cukup bermodalkan cokelat mahkota kehormatan wanita dapat diraih. Umpan yang sangat sederhana dibungkus dengan kalimat mesra sudah cukup untuk menipu kaum hawa. Di tahun selanjutnya, boleh jadi si pria mencari mangsa lain yang lebih manis dalam pandangannya.
Cokelat merupakan hasil olahan makanan yang lezat dan dianggap sebagai afrodisiak, ia tak akan dicatat berdosa atas kerusakan sebuah peristiwa. Namun cokelat menjadi ironi saat perannya diganti menjadi sebab manusia terlaknat, hilangnya martabat kehormatan, ternodanya kesucian, perusak masa depan, peretak tali ikatan kekeluargaan, pembunuhan jiwa janin tak berdosa, hingga sebab menularnya penyakit-penyakit berbahaya seperti sifilis dan AIDS. Cokelat menjadi tak ubahnya pusat perusak.
Tentang perzinaan di dalam Al-Quran, Allah memperingatkan para hamba-Nya untuk selalu menjaga diri dari aktivitas-aktivitas zina karena esensinya yang buruk, “dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)
Islam sendiri memberikan konsekuensi yang berat bagi jejaka yang berzina dengan gadis dicambuk sebanyak seratus kali ditambah pengasingan daerah selama setahun penuh. Adanya hukuman atas dosa besar zina tersebut sebagai antisipasi terjerumusnya ummat pada jurang kehancuran.
Distorsi Bahaya Hari Kasih
Valentine Day telah dijelaskan oleh banyak cendikiawan muslim tentang keharaman untuk ikut turut memeriahkannya seperti asal kelahirannya dari upacara keagamaan Romawi Kuno yang penuh dengan paganisme dan kesyirikan yang kemudian dirubah menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day atas inisiatif Paus Gelasius I. Sehingga acara valentine menjadi ritual agama Nashrani yang dirubah peringatannya menjadi tanggal 14 Februari, bertepatan dengan matinya St. Valentine. Keikutsertaan seorang muslim merayakan Valentine Day adalah bentuk menyerupai budaya agama lain yang dapat memasukkan dirinya sebagai bagian dari agama lain tersebut.
Di sisi lain beberapa kalangan liberal melakukan upaya distorsi keharaman Valentine Day dan menghukuminya sebagai kebolehan lewat perspektif sejarah. Menurut mereka dalam Islam juga ada momentum semacam Valentine Day yang dikenal dengan sebutan “Yaumul Marhamah” (Hari Kasih Sayang). Peristiwa ini terjadi pada saat penaklukan kota Mekah oleh kaum Muslimin yang dipimpinan langsung oleh Rasulullah SAW.
Menganggap Valentine Day selaras dengan agama Islam secara substantif prespektif sejarah terkesan memaksakan. Sama saja dengan melukai kebenaran dengan fakta yang dibolak-balikkan. Kenyataannya, Islam memang menganjurkan kasih sayang pada sesama bahkan termasuk pada hewan. Namun Valentine Day menyimpan banyak alasan sebab ia diharamkan. Salah satunya adalah aktivitasnya yang penuh hal-hal haram seperti berpegangan tangan pada yang bukan mahram tetap saja dilarang, meski beralaskan kasih sayang. Allah Musta’an. (Ahmad Azka)
Baca Juga: Sedekah Sembunyi-Sembunyi dan Terang-Terangan Mana Lebih Utama?