Bukan Hanya Memperingati Hari Santri
Oleh Syamil Robbani
Hari Santri
22 Oktober adalah Hari Santri Nasional (HSN). Peringatan ini ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 22 Oktober 2015 di Masjid Istiqlal Jakarta. Hari yang bersejarah, hari yang seharusnya menjadi tadzkirah bagi setiap insan tentang hikmah apa yang bisa diambil dari peringatan hari tersebut.
Terlebih bagi seorang mukmin, peristiwa apa pun yang ditemuinya, tentu ia akan dapat mengambil pelajaran serta hikmah dibaliknya. Ibnu Abi Al-Hadid dalam kitabnya “Syarah Nahjul Balaghah” menuturkan
المؤمن إذا نظر اعتبر،وإذا سكت تفكر،وإذا تكلم ذكر
“Seorang mukmin itu apabila melihat sesuatu dapat mengambil pelajaran, apabila diam dia sedang tafakur, apabila berbicara ia berdzikir.” (Syarh Nahjul Balaghah, Ibnu Abi Al-Hadid, 20/280)
Penetapan Hari Santri Nasional tidak lain dan tidak bukan dimaksudkan untuk mengingat dan meneladani semangat jihad para santri merebut serta memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang dikobarkan oleh para ulama.
Dilatarbelakangi oleh peristiwa bersejarah yakni seruan jihad yang disuarakan oleh Pahlawan Nasional KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Titah tersebut berisikan mandat kepada umat Islam untuk berperang melawan tentara sekutu yang bermaksud menjajah kembali Negeri kita tercinta setelah proklamasi kemerdekaan.
Lalu apakah perihal bersejarah ini hanya akan menjadi cerita belaka?
Tentu tidak, kita menolak lupa akan peristiwa penting ini. Sebab, Resolusi Jihad merupakan contoh nyata tentang kepahlawanan, keberanian, serta sikap heroik para ulama kita. Perjuangan nyata yang ditulis dengan tinta-tinta emas tampak betapa cintanya mereka akan Indonesia, betapa prihatinnya mereka akan NKRI, dan betapa loyal serta simpatinya mereka akan negeri ini.
Cukuplah aksi, kiprah, dan kisah heroik yang menjawabnya. Segala upaya yang dicurahkan oleh para pendahulu kita adalah benar-benar bukti konkret akan tulusnya cinta mereka terhadap Tanah Air. Sehingga mereka merasa resah, gelisah, dan cemburu ketika negeri yang telah merdeka dijajah kembali.
Sejatinya perasaan inilah yang memacu dan mendorong mereka untuk berjuang membela Tanah Air. Karena cinta pasti akan melahirkan aksi dan aksi lah yang menentukan tulusnya sebuah cinta. Perasaan cemburu adalah indikasi ketulusan cinta seseorang. Hal ini diungkapkan oleh para ulama dengan istilah ghirah.
Ghirah yang dimaksud di sini adalah kecemburuan yang melahirkan sikap pembelaan kepada sesuatu yang dicintainya. Cemburu tidak selalu bermakna negatif, bahkan terkadang bermakna positif. Karena kecemburuan itu lahir dari sifat cinta. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah
فالغيرة له: أن يكره ما يكرهُ ويغار إذا عُصي محبوبُه، وانْتُهِك حقُّه، وضُيِّع أمرُه، فهذه غيرة المحب حقًّا، والدِّينُ كلُّه تحت هذه الغيرة
“Ghirah adalah engkau membenci apa yang dia benci dan merasa cemburu apabila sang kekasih dilanggar atau dirusak haknya atau diabaikan perintahnya, ini sebenarnya adalah kecemburuan orang mencintai yang sejati, dan agama ini didasari oleh rasa ghirah.” (Raudhatul Muhibbin, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, 385)
Ghirah inilah yang menjadi dasar dan pokok dari jihad, amar ma’ruf, dan nahi mungkar. Maka apabila ghirah ini hilang dari hati seorang hamba, maka dia tidak akan berjihad, amar ma’ruf, dan nahi mungkar. (Kaifa Nuhibbu Rasulullah, Yahya bin Muhammad Al-Azhari, 142)
Lalu bagaimanakah dengan kita, bukti nyata apakah yang menunjukkan ketulusan cinta kita kepada Tanah Air ini? Bukankah para pendahulu kita telah mencontohkan bagaimana semangatnya membela Negeri ini.
Sudah selayaknya kita bangsa Indonesia serta umat Islam khususnya, untuk meneladani para pahlawan-pahlawan kita dalam membela dan menjaga kesatuan Indonesia yang bertauhid ini. Sebagai buah yang nyata dan demi tercapainya tujuan dalam memperingati Hari Santri Nasional tahun ini.
Menjaga Tanah Air Indonesia dalam arti yang luas yaitu menegakkan keadilan serta kebenaran dan mencegah segala kemungkaran dalam segala aspek dan lini, baik personal hingga urusan kenegaraan.
Dimulai dari hal-hal kecil di masyarakat, dari pribadi, keluarga, dan orang-orang terdekat, kemudian meluas sampai perkara-perkara besar seperti di pemerintahan. Tentunya dilakukan dengan hikmah dan ilmu. Itu semua dilakukan dalam rangka usaha menjaga Tanah Air kita semua.
Sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda
من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان
“Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)
Ringkasnya, dengan amar ma’ruf dan nahi mungkar inilah salah satu upaya kita untuk menjaga tanah air. Bukankah seruan jihad yang digelorakan KH. Hasyim Asy’ari merupakan bentuk dari amar ma’ruf dan nahi mungkar. Kewajiban ini tidak hanya ditujukan kepada penguasa tapi setiap personal muslim juga berkewajiban untuk melakukannya.
Allah berfirman
وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّة يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali-Imran : 104)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan maksud dari ayat ini adalah hendaknya ada sekelompok orang yang bersiap untuk menunaikan perkara ini. Walaupun kewajiban ini merata ke seluruh personal umat Islam sesuai kemampuannya masing-masing. (Tafsir Al-Quran Al-Adhim, Ibnu katsir, 2/91)
Maka wajib bagi kita semua untuk turut andil dalam amar ma’ruf dan nahi munkar sesuai dengan kemampuan masing-masing. Hal itu sebagai bukti cinta kita akan negeri ini. Selain juga karena terdapat ancaman azab yang akan turun, serta doa-doa yang terpanjatkan tidak kunjung dikabulkan lantaran meninggalkan kewajiban ini.
والذي نفسي بيده لتأمرن بالمعروف ولتنهون عن المنكر أو ليوشكن الله أن يبعث عليكم عقابا منه ثم تدعونه فلا يستجاب لكم
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya, hendaknya kalian beramar ma’ruf dan nahi munkar atau jika tidak niscaya Allah akan mengirimkan siksa-NYa dari sisi-Nya kepada kalian, kemudian kalian memohon kepada-Nya namun doa kalian tidak lagi dikabulkan.” (HR. Tirmidzi)
Momen Persatuan
Adapun perkara yang tak kalah penting dalam usaha menjaga Tanah Air yakni merawat persatuan umat Islam. Yaitu bersatunya kaum muslimin atas prinsip agama Islam yang Allah turunkan dengan mengesampingkan segala bentuk ikatan-ikatan lainnya. (Mausu’ah At-Tafsir Al-Maudhu’i, 34/372)
Umat Islam dikumpulkan oleh satu keyakinan bahwa Rabb mereka semua adalah satu yaitu Allah. Dialah yang menciptakan mereka, memberi rezeki, mematikan serta menghidupkan kembali, mewujudkan mereka, ada dari mereka yang berwarna putih dan hitam, Arab dan selain Arab. (At-Tafsir Al-Wasith, Sayyid Thanthawi, 3/20)
Allah berfirman
وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعا وَلَا تَفَرَّقُواْۚ
“Dan berpegang teguhlah kamu semua pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” (QS. Ali-Imran: 103)
Abu Ja’far Ath-Thabari dalam tafsirnya menuturkan keterangan ayat ini bahwa wajib bagi sekalian manusia untuk taat dan berjamaah, karena itulah tali Allah yang dimaksud. Adapun jika kalian tidak senang terhadap sesuatu dalam berjamaah dan taat, maka itu lebih baik bagimu daripada kamu senang dalam keadaan berpecah-belah. (Jami’ Al-Bayan, Abu Ja’far Ath-Thabari, 7/75)
Menjaga persatuan kaum muslimin ini sangatlah urgen, sekaligus menjadi upaya yang nyata dalam memelihara Tanah Air, karena dengan bersatu kita akan kuat. Hal ini dibuktikan bahwa perpecahan antar umat Islam menjadi salah satu penyebab utama akan lemahnya kaum muslimin atas musuh-musuh Islam hari ini.
Padahal, bukankah bersatunya umat Islam sehingga menjadi kuat dalam membela Tanah Airnya juga termasuk dari harapan para pendahulu kita. Hal demikian juga disampaikan oleh Shalah Ash-Shawi dalam karyanya bahwa fenomena perpecahan umat hari ini adalah salah satu penghalang dan penghambat dari kebangkitan Islam yang diperjuangkan oleh berbagai pergerakan dan organisasi-organisasi Islam. (Madkhal Ila Tarsyid A’mal Islami, Shalah Shawi, 3)
Maka sudah selayaknya bagi kita untuk lebih dewasa lagi dalam menyikapi perbedaan pendapat yang bersifat furu’iyah di antara umat ini. Tentunya, semua berangkat dari ilmu yang menuntun kepada sikap yang bijak dalam menduduki suatu perkara. Inilah beberapa usaha yang dapat dilakukan sebagai usaha dalam meneladani semangat pendahulu kita untuk membela tanah air ini.
Ingat kawan! Bahwa perjuangan para pahlawan dan ulama terdahulu harus dilanjutkan. Kesadaran inilah yang mengingatkan kembali bahwa jalan hidup adalah pilihan masing-masing pribadi. Tidak ada siapa pun yang dapat memaksa untuk ikut dalam perjuangan panjang ini karena itu harus datang dari hati dan jiwa.
Sekecil apa pun yang engkau lakukan dalam rangka meneladani, mencontoh, serta melanjutkan perjuangan orang-orang shalih terdahulu akan sangat berarti bagi kita karena akan menjadi bukti di hadapan Allah.
Uraian dalam kitab Mausu’ah Tafsir Maudhu’i membangunkan hati dan jiwa, di sana tertulis
.أن المعركة بين الحق والباطل قائمة ومستمرة وأن الله سبحانه وتعالى يختار للمدافع عن هذا الحق من كان أهلا للدفاع عنه
“Sesungguhnya pergulatan antara haq dan batil akan senantiasa berlangsung, dan sungguh Allah subhanahu wa Ta’ala sendirilah yang memilih pembela-pembela haq (kebenaran) ini yang benar-benar layak atau pantas untuk melindungi serta membelanya (kebenaran).” (Mausu’ah At-Tafsir Al-Maudhu’i, 11/223)
Inilah yang dimaksud mengembalikan geliat Hari Santri Nasional. Jadi bukan hanya sekedar memperingati saja, tetapi lebih dari itu kita mengingat kembali kisah mereka, merenungi, meresapi, dan yang paling terpenting adalah meneladani mereka sebagai aksi nyata dalam memperjuangkan Negara dan umat yang diantaranya adalah dengan menegakkan amar makruf nahi mungkar serta menjaga persatuan kaum muslimin.
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang tergerak untuk berpartisipasi dalam amal saleh sekecil apa pun itu dan menjadi orang-orang terpilih yang mampu mengemban amanah mulia ini dalam rangka menjaga Tanah Air tercinta. Amin ya Rabbal Alamin.
الحمد لله رب العالمين
Artikel ini dikutip dari https://dewandakwahjatim.com/2022/10/21/bukan-hanya-sekadar-peringati-hari-santri/