Musibah adalah identitas seorang mukmin, karena Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa memberikan musibah bagi orang-orang yang beriman, semakin kuat keimanan seseorang maka semakin besar juga ujian dan musibah yang Allah berikan untuknya, bak seorang tukang yang sedang menancapkan paku pada sebuah bidang kayu, semakin dalam paku tersebut menancap maka semakin kuat pula pukulan yang diberikan sang tukang lewat palunya.
Sebaliknya, paku-paku yang bengkok selama proses tersebut biasanya tidak terpakai dan dibuang.
Terdapat beberapa tujuan dibalik musibah yang Allah berikan, pertama, untuk memperkuat keimanan seorang hamba, seringkali manusia lalai akan tujuan utama mereka di dunia, maka dijadikan musibah agar para hambaNya senantiasa ingat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Kedua, memberi peringatan agar seorang hamba tidak angkuh dan kufur atas segala yang telah Allah berikan untuknya. Manusia juga sering tergelincir dalam hal ini, mereka menganggap bahwa segala kenikmatan yang Allah berikan kepadanya adalah hasil kerja keras nya sendiri, lalu muncul sifat sombong (al-kibr) dalam hatinya dan mereka lalai dalam mengingat Allah Subhanahu wa ta’ala. Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا يَدْخُلُ الجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِّنَ الكِبْرِ
“Tidaklah masuk surga orang yang didalam hatinya terdapat sebiji zarrah dari kesombongan.” (HR. Muslim no 265)
Hadits tersebut menunjukkan betapa bahayanya memiliki sifat sombong, maka Allah Subhanahu wa ta’ala hadirkan musibah agar kita senantiasa mengingat Allah Sang Pemberi Nikmat, dan menjauh dari sifat sombong.
Ketiga, tujuan yang paling penting adalah agar seorang hamba terjauh dari sifat wahn, wahn adalah rasa cinta terhadap dunia dan benci terhadap kematian.
Para ulama’ menyebutkan bahwa wahn adalah pangkal dari segala kesalahan, mengapa? Karena jika seseorang sudah terindikasi menyadap virus wahn, ia akan menjadikan dunia sebagai orientasi hidupnya, ia hanya akan fokus dalam mengumpulkan kesenangan-kesenangan dunia yang sifatnya semu.
Maka ketika Allah berikan musibah terhadap hambaNya, Allah menginginkan kita agar senantiasa ingat kepadaNya, ingat akan apa tujuan hidupnya, dan tidak tergolong dalam orang yang mengidap virus wahn dalam dirinya.
Keempat, Musibah yang Allah Subhanahu wa ta’ala berikan pada hambaNya, bisa menjadi washilah ampunan dosa atas segala kesalahan yang sering kita lakukan. Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا يُصِيْبُ المُؤْمِنَ مِنْ مُصِيْبَةٍ , حَتَّى الشَّوْكَةِ , إلَّا قُصَّ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ , أَوْ كُفِّرَ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“ Tidaklah seorang yang beriman ditimpa musibah, hingga duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapus dosa-dosanya, atau diampuni dosa-dosanya dengan itu. (HR. Muslim no. 6566)
Sabar, Kunci Menghadapi Musibah
Tujuan Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan musibah bagi hambaNya adalah agar kita selalu ingat terhadapNya, serta mempertebal kualitas keimanan kita dihadapan Allah. Maka tak heran jika kita menengok pada negara-negara yang mayoritas penduduknya kafir, terkuak fakta bahwa presentase bunuh diri penduduknya cukup tinggi, padahal secara hitungan duniawi kehidupan mereka berkecukupan.
Hal itu disebabkan mereka tidak memiliki keimanan, sehingga banyak penduduknya yang ketika medapatkan ujian, mereka jatuh depresi dan merakhiri hidup dengan bunuh diri.
Maka Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan Kunci terbesar dalam menghadapi musibah, yaitu dengan bersabar dan meridhai atas apa yang Allah uji untuknya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَ بَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ (155) الَّذِيْنَ إِذَا أَصَبَتْهُمْ مُصِيْبَةُ قَالُوْا إِنَّا لِلَّهِ وَ إِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157
“Dan sampaikanlah kabar gembira bagi orang yang sabar (155) (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’ (156) merekalah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Rabbnya, dan merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 155-157)
Ibnu Abbas rahimahullah berkata mengenai ayat ini, “Maka Allah berikan keyakinan terhadap hati orang-orang yang bersabar, mengetahui bahwa apa yang menimpa mereka tidak akan luput darinya, dan apa yang luput dari mereka tidak akan menimpanya.”
Hal ini senada dengan salah satu kewajiban kita selaku mukmin yaitu beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk, artinya segala takdir yang Allah tetapkan bagi kita telah tertulis di Lauhul Mahfudz, baik takdir yang baik maupun buruk, dan kita wajib mengimani hal itu, serta meridhai dan ikhlas atas takdir yang Allah tetapkan untuk kita.
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah membagi kriteria sabar menjadi 3 bagian, sabar dalam menjalankan perintah Allah, sabar dalam menahan diri dari kemaksiatan, dan sabar Ketika ditimpa musibah, adapun yang disebut terakhir merupakan kriteria sabar yang terberat. Namun, dibalik beratnya menahan rasa sabar, akan ada buah manis yang menanti.
Terakhir, ujian dan musibah memang menjadi identitas seorang mukmin, artinya semakin tebal keimanan kita maka semakin berat Allah akan berikan ujian. Namun, kita juga harus memahami bahwa pertolongan Allah akan jauh lebih besar daripada ujian yang kita rasakan, asalkan kita selalu sabar dan ikhlas dalam menerima ujian yang Allah berikan. Seperti yang telah dijelaskan oleh Rasulullah ﷺ dalam haditsnya:
وَ اعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ وَ أَنَّ الفَرَجَ مَعَ الكَرْبِ وَ أَنَّ مَعَ العُسْرِيُسْرًا
“Ketahuilah, perolongan selalu seiring dengan kesabaran, dan jalan keluar seiring dengan cobaan, dan kemudahan seiring dengan cobaan.” (HR. Tirmidzi no 2516) . Wallahu a’lam bis shawwab. [Shofyan F.I]
Refrensi:
- Shahih Muslim, Imam Abi Husain Muslim bin Hujjaj bin Muslim. Darussalam, Riyadh, 1998
- Fath al-Qadir, Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad asy-Syaukani. Maktabah syamilah
Baca Juga: Sebab Kemunduran Umat Islam