Mudik adalah suatu moment yang dinantikan oleh banyak masyarakat. Terutama bagi umat Islam, setelah melaksanakan ibadah puasa Ramadhan.
Mudik sudah menjadi tradisi di Indonesia, mereka yang bekerja, belajar, dan tinggal jauh dari kampung halamannya, mulai mencari waktu-waktu kosong, agar bisa pulang dan berkumpul-kumpul dengan keluarga sebagai ajang melepas rindu. Segala upaya dan usaha yang orang-orang lakukan untuk bisa melaksanakan aktivitas mudik.
Namun, apa sebenarnya hakikat mudik itu, apa esensinya, kemana tujuan dan apa persiapannya?
Jika kita mencari makna mudik dalam bahasa Indonesia, mudik diartikan kembali kekampung halaman.
Sedangkan dalam bahasa arab mudik berasal dari kata “’aada ya-’uudu” yang artinya kembali, pulang atau kembali ke asal mula. Sedangkan asal mula tempat kembalinya atau kampung halaman di dalam bahasa arab di sebut “ma’aad”.
Ibnul Qayyim membuat sebuah kitab dengan judul “Zaadul Ma’aad” yang artinya “bekal menuju kampung halaman”, bekal untuk kembali atau Mudik. Maka maksud dari mudik adalah kembali atau pulang ke kampung halaman.
Dua aktivitas mudik yang akan manusia lakukan: yaitu mudik ke kampung di dunia dan mudik kekampung halaman di akhirat.
Sebagaimana fitrahnya, manusia selalu mempunyai keinginan untuk kembali ke kampung halaman, ada rasa rindu dan kangen untuk bertemu. Yang berada dikota ingin pulang ke rumah, yang berkerja jauh ingin kembali, yang sedang menuntut ilmu diberbagai penjuru negri atau daerah ingin segera bertemu dengan keluarga atau yang dikasihi dan dicintainya. Itulah fitrah yang Allah berikan kepada manusia, dan tidak ada perubahan padanya.
Di dunia, ketika kita ingin pulang kekampung halaman untuk bertemu ibunda yang sangat kita cintai, membutuhkan persiapan yang sangat luar biasa, matang dan begitu mendetail.
Kita selalu saja memikirkan bagaimana cara, persiapan, kapan, siapa saja yang akan mudik, bahkan kendaraan apa yang kita gunakan untuk mudik, dan yang paling penting, bekal apa yang akan kita bawa untuk mudik? Saat dalam perjalanan dan saat sampai pada tujuan, agar bisa membahagiakan orang-orang yang dicintai seperti ibu.
Semua bahan bawaan dan bekal di-packing dan diatur agar tidak ada yang tertinggal. Itulah gambaran mudik di dunia yang fana ini.
Pertanyaannya, bagaimana persiapan kita untuk mudik kekampung halaman kedua di akhirat? Bagaimana persiapannya? Bagaimana bekalnya? Bukan kan mudik kita ke akhirat bersifat abadi dan mengekalkan? Marilah kita benar benar memahami hakikat mudik yang sebanarnya.
Bekal Mudik
Seorang yang mudik ke akhirat tentunya harus memiliki bekal dan benar-benar menyiapkannya, sebagaimana halnya seorang pemudik di dunia yang membutuhkan bekal untuk transportasi, makan, dan fasilitas mudik lainnya agar sampai kepada tujuan.
Tidak ada bekal yang lebih layak untuk kita siapkan dalam menuju kampung akhirat selain ketakwaan kita kepada Allah. Karna sebaik-baik bekal kita menuju kampung akhirat adalah takwa, dan itulah yang akan menentukan akhir dari perjalanan dan tujuan seorang pemudik. Allah Azza wa jalla berfirman;
… وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ والتّقون يــــــأُوْلِى الأَ لْبب
“ … berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal.”(QS al-Baqarah/ 197)
Allah Azza wa jalla pun berfirman;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”QS al-Hasyr/ 18)
Imam Ibnu Katsir didalam tafsirnya menjelaskan, ayat ini adalah perintah untuk bertakwa kepada Allah, yang mencangkup pelaksanaan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan maksud dari “hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)” artinya kita harus senantiasa mengintropeksi diri sebelum kita dintropeksi. Allah memerintahkan kita untuk melihat amalan apa yang telah kita simpan/ persiapan untuk bekal kita di hari Kiamat (kampung halaman kita). Adapun kalimat “وَاتَّقُوا اللَّهَ” “bertaqwalah kepada Allah” adalah sebagai ta’kid (penguatan) yang kedua setelah Allah memulainya dengan perintah taqwa.
Hal ini menunjukan akan besarnya pengaruh bekal taqwa terhadap tujuan dari mudik kita ke akhirat. Jikalah kita berbekal harta, makanan, perlengkapan ketika mudik di dunia.
Maka takwa-lah yang lebih layak kita penuhi dalam berbekal sampai kepada tempat mudik abadi (kampung akhirat).
Surga Kampung Halaman Akhirat
Allah Azza wa jalla telah memberikan kita begitu banyak petunjuk dalam dembali ke kampung halaman. Allah Ta’ala telah berjanji pasti akan mengembalikan seorang mukmin kepada-Nya, sesuai dengan waktu yang telah ditentuan, dan berpulang kekampung halaman yang kekal di akhirat.seperti yang dicantumkan dalam firman-Nya;
“Dan orang yang beriman dan mengerjakan amal kebajikan, kelak akan Kami Masukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.” (QS. An-Nisa’/ 122)
Kampung akhirat yang harus benar-benar kita tempuh adalah Jannah-Nya Allah. Sebagaimana halnya Allah menempatkan nabi Adam ‘alaihissalam di Jannah-Nya.
Allah berfirman-Nya;
“Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.”(QS al-Baqarah/ 35)
Nabi Adam, manusia pertama yang Allah ciptakan. Secara kadar, rupa dan bentuk tidak lah berbeda dengan kita, yaitu manusia yang diciptakan dari tanah, untuk beribadah, dan mentauhidkan Allah Ta’ala. Tahulah dimana awal kampung halaman manusia, haruslah kita betul-betul rindu terhadap Jannah dan Al-Khaliq (Allah Subhanahu wa ta’ala) pemilih kampung halaman yang haqiqi.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam syairnya:
Marilah (kita menuju) surga ‘adn (tempat menetap)
Karena sesungguhnya itulah tempat tinggal kita pertama yang di dalamnya terdapat kemah (yang indah)
Akan tetapi kita (sekarang dalam) tawanan musuh (setan),
Maka apakah kamu melihat kita akan (bisa) kembali ke kampung halaman kita dengan selamat?
Dan pada akhirnya, manusia akan menempatkan tujuan akhir dari perjalanan panjang untuk mudik di fase yang abadi, Jannah Allah Ta’ala.
Maka balasan akhir yang baik hanya Allâh Azza wa Jalla peruntukkan bagi orang-orang yang bertakwa dan membekali dirinya dengan ketaatan kepada-Nya, serta menjauhi perbuatan yang menyimpang dari agama-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman ;
تِلْكَ الدَّارُ الْآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا ۚ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan (maksiat) di (muka) bumi, dan kesudahan (yang baik) itu (surga) adalah bagi orang-orang yang bertakwa” (al-Qashash/28:83)
Syaikh Abddurrahman as-Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya Taisirul Karimi ar-Rahman fi Tafsiri Kalam al-Mannan; … jika mereka tidak mempunyai keinginan untuk menyombongkan diri atau berbuat maksiat di muka bumi, maka keingingnan mereka hanya tertuju ke pada Allah Azza wa Jalla. Tujuan mereka hanyalah mempersiapkan bekal untuk akhirat, dan keadaan mereka sewaktu-waktu di dunia selalu merendahkan diri, serta selalu berpegang kepada kebenaran dan mengerjakan amal shaleh. Mereka itulah orang-orang bertakwa yang akan mendapatkan balasan akhir yang baik, (Kembali kekampung halamannya) Jannah Allah Azza wa jalla.
Mudik yang hakiki adalah pulang menuju kampung akhirat dengan membawa perbekalan taqwa dan ridha dari Allah Azza wa jalla untuk menempati surga-Nya.
Inilah mudik yang tidak akan ada peristiwa kembali lagi. Sekali sudah mudik ke akhirat, maka tidak akan ada jalan lagi kembali ke dunia.
Setelah melihat perjalanan mudik yang begitu penting ini, marilah kita bertanya terhadap diri kita sendiri, sudah berapa banyak berkal yang kita persiapkan untuk Kembali kekampung halaman di akhirat dan bertemu dengan penguasa langit dan bumi? Yakinkah kita akan ditempatkan di kampung halaman Jannah yang telah Allah janjikan?
Mari mempersiapkan sebaik-baik bekal untuk mudik kekampung halaman di akhirat, Ajak dan ikutsertakan keluarga kita menuju mudik hakiki, yang mau tidak mau pasti akan kita hadapi.
Semoga Allah memudahkan perjalanan kita untuk Kembali pulang ke Jannah-Nya, aamiin ya rabbal ‘alamiin. Wallahu ‘alam. [Alif Amrullah]