Asy-Syaikh Ibrohim bin ‘Amir ar-Ruhaili –hafidzohulloh– pernah ditanya sebuah permasalahan yang berhubungan dengan masalah fiqih : Seorang wanita menikah kemudian dicerai, lalu ia menjadi pelacur. Kemudian setelah sampainya dakwah ia bertaubat. Akan tetapi belum ditegakkan padanya hukum had zina karena di Indonesia tidak ditegakkan had zina. Kemudian wanita ini belajar sehingga ia menjadi seorang wanita yang taat kepada Allah. Apakah boleh bagi seorang muslim yang bukan pezina untuk menikahinya? Kemudian beliau menjawab pertanyaan tersebut dengan singkat:
“Na’am, hal ini cukup baginya untuk bertaubat kepada Allah dan tidak ditegakkan baginya hukum had. Oleh karena itu para ‘ulama mengatakan bahwa siapa yang jatuh dalam suatu dosa yang dapat menyebabkan hukum had, jika ia bertaubat antara dirinya dengan Allah maka taubatnya mencukupi insya Allah.
Al-Imam Ahmad mengatakan bahwa siapa yang bertemu Allah dengan suatu dosa yang ia telah bertaubat darinya, maka Allah akan menerima taubatnya. Dan barang siapa bertemu Allah dengan suatu dosa yang dapat menyebabkan hukum had dan ditegakkan had itu atasnya maka had tersebut adalah kafarahnya (penghapus dosanya, pent).
Dan dosa ini yaitu zina yang terjadi pada wanita ini masuk ke dalam kelompok dosa-dosa yang Allah berfirman tentangnya:
“Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.”
Sehingga jika ia bertaubat kepada Allah maka Allah akan menerima taubatnya dan menghapus dosanya. Dan tidak perlu baginya sekarang untuk mengangkat permasalahannya, bahkan ia menutupinya pada dirinya. Taubatnya kepada Allah dan terus-menerusnya ia melakukan amal sholeh adalah lebih baik baginya.
Jika ia jujur dalam taubatnya, maka ia seperti para wanita suci lainnya yang boleh dinikahi bahkan ia dibantu pada urusan ini. Para ‘ulama telah mengatakan bahwa tidak boleh menikah dengan wanita pezina, akan tetapi jika wanita itu bertaubat maka ia seperti wanita yang lainnya dari para wanita yang suci, seperti orang yang melakukan dosa kemudian ia bertaubat darinya. Dan orang yang bertaubat dari suatu dosa, ia seperti orang yang tidak memiliki dosa.
Dan yang lebih parah dari ini, bahwa seorang wanita yang kafir, seandainya wanita itu kafir dan ia melakukan kekufuran dan kesyirikan, jika ia bertaubat apakah ia boleh dinikahi atau tidak? Sudah maklum bahwa wanita yang dulunya kafir lalu bertaubat maka ia boleh dinikahi. Demikian pula zina, dosanya di bawah kufur.
Oleh karena itu sepatutnya bagi orang-orang Islam untuk memahami masalah-mesalah ini dan tidak meninggalkan wanita ini kehilangan harapan dan putus asa. Demikian pula wajib baginya untuk dibantu dalam istiqomah dan kebaikan serta diperimbangkan untuk menikahkannya jika ia jujur dalam taubatnya.
Kami memohon taufiq bagi semuanya. Wallohu A’lam.”
[Sumber:ydsui.com]