Pemuda Harapan Bangsa
Oleh Hamzah Saifuddin
Pada hari ini tanggal 28 Oktober 2022 diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda. Hari saat berkumpulnya organisasi kawula muda yang bersepakat untuk tujuan yang satu yaitu kesatuan Negara Indonesia.
Hari ketika mereka berikrar dengan isi dari kesepakatan Sumpah Pemuda sehingga terciptalah kekuatan di antara mereka. “Satu Nusa, satu Bangsa, satu Bahasa, Indonesia.”
Dengan terwujudnya kesepakatan di antara organisasi kawula muda ini, maka pada tahun 1956 hari Sumpah Pemuda diresmikan. Presiden Soekarno yang membuat keputusan nomor 316 dan menjadikannya sebagai hari Nasional.
Berbicara tentang momen Sumpah Pemuda, maka kita akan terfokus pada kata “pemuda”. Rasanya tidak afdhal untuk tidak membicarakannya.
Kok bisa? Sebab di dalam diri para pemuda ada keunikan tersendiri yaitu semangat yang sedang membara. Jika bara semangatnya ini diarahkan dengan kebaikan maka dia akan menjadi pemuda yang baik. Sebaliknya, jika bara semangat itu tidak diarahkan dengan baik maka hal itu akan bisa merusak diri dan lingkungan sekitarnya.
Lantas bagaimana mendidik semangatnya para pemuda ini?
Jawabnya ada di perkataan Imam Syafi’i dalam syair yang beliau anggit
حَيَاةُ الفَتَى وَاللهِ بِالعِلْمِ وَالتُّقَى * إِذَا لَمْ يَكُونَا لَاعِتْبَاراً لِذَاتِهِ
“Demi Allah, kehidupan seorang pemuda hanya dengan ilmu dan takwa. Jika tidak ada keduanya maka tunggulah kehancuran padanya.”
Maka ilmu dan takwalah yang akan mengarahkan semangat seorang pemuda kepada kebaikan. Dua hal yang disebutkan oleh Imam Syafi’i merupakan komponen yang sangat penting untuk membentuk karakter pemuda. Dengan ilmu dan ketakwaan.
Ilmu akan melahirkan takwa dan ketika takwa sudah muncul di dalam diri seorang pemuda maka hawa nafsunya tidak bisa mengalahkan dua komponen itu. Sehingga bara semangat di dalam diri seorang pemuda tidak akan mengarahkannya kepada keburukan. Abdullah bin Muhammad al-Bashiri mengutip syair Imam Syafi’i yang lain dan mengatakan
وَمَنْ فَاتَهُ التَّعْلِيْمَ وَقْتَ شَبَابِِهِ … فَكَبِّرْ عَلَيْهِ أَرْبَعاً لِوَفَاتِهِ
“Barang siapa yang kehilangan kesempatan untuk belajar di masa mudanya, maka takbirkanlah ia sebanyak empat kali untuk kematiannya.”
Selagi masih muda habiskan masa tersebut dengan belajar dengan gigih karena semangat dalam belajar ketika masih muda tidak akan didapat di masa tua nanti. Kesempatan tidak akan datang dua kali dan orang yang kehilangan kesempatan dalam belajar di masa mudanya maka ia menjadi orang yang merugi.
Hakikat seorang pemuda adalah sebagaimana yang dikatakan oleh seorang ulama bernama Mustafa al-Ghulaimi yang mengatakan
.شُبَّانُ الْيَوْمِ رِجَالُ الْغَدِ أِنَّ فِي يَدِكُمْ أَمْرُ الْأُمَّةِ وَفِي اَقْدَامِكُمٍ حَيَاتُهَا
“Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Sesungguhnya di tanganmulah urusan bangsa dan dalam langkahmu tertanggung masa depan bangsa.”
Pemuda Dalam Sejarah
Para pemuda adalah sosok harapan di masa mendatang, cara untuk menyongsongnya adalah dengan menambah kualitas dan kuantitas keilmuan. Apa yang diemban di masa mendatang adalah urusan umat sehingga memanfaatkan masa muda untuk menggali keilmuan lebih mendalam adalah cara yang tepat.
Jika yang kita harapkan adalah negara, kota, desa kita bisa maju dimasa mendatang, maka pemuda hari inilah cerminan pemimpin masa depan. Pertanyaannya adalah sudahkah sosok pemuda di sekitar kita menjadi baik? lantas kalau belum, maka cara untuk mencetak generasi pemimpin yang tangguh adalah dengan mendidik pemudanya dahulu.
Kisah keberhasilan para pemuda di masa kejayaan Islam sudah banyak, kuncinya adalah pendidikan yang diterima oleh pemuda di masa itu, karena hanya dengan ilmu seseorang itu akan jadi baik.
Di dalam sejarah Islam, banyak sekali tokoh yang masyhur bermula dengan didikannya di masa muda. Kejayaan Islam tercipta salah satunya karena para pemuda yang menempa diri mereka dengan ilmu. Dengannyalah kemudian mereka memiliki cita-cita yang tinggi dan kegigihan mereka dalam mencapainya juga tampak.
Kita bisa melihat salah seorang sahabat muda, Usamah bin Zaid ketika beliau berumur 17/18 tahun. Rasulullah sudah mempercayakan panji kepemimpinan pasukan kepadanya untuk diberangkatkan melawan Bizantium (Romawi Timur).
Ketika Rasulullah sudah mempercayakan sesuatu kepada seseorang, berarti Rasulullah tahu tentang kemampuan yang ia miliki dan ia kuasai, artinya ia tidak sembarang orang. Contoh yang lain, ketika ada 4 pemuda yang duduk di pojok Ka’bah mereka sedang merencanakan cita-cita mereka.
Adalah Urwah bin Zubair, Abdullah bin Zubair, Mush’ab bin Zubair, dan Abdul Malik bin Marwan, saat itu mereka saling memberitahukan apa yang mereka ingin wujudkan. Setelah mengungkapkan apa yang dicita-citakan, maka mereka bersungguh-sungguh dalam mempelajari apa saja yang dibutuhkan untuk mencapainya.
Ternyata obrolan di pojok Ka’bah saat itu menjadi kenyataan. Abdullah bin Zubair yang bercita-cita menguasai Hijaz dan menjadi khalifah, Mush’ab bin Zubair bercita-cita ingin menguasai dua wilayah Irak, Abdul Malik bin Marwan ingin menjadi penguasa seluruh dunia dan menjadi khalifah setelah Muawiyah, dan yang terakhir Urwah bin Zubair yang ingin menjadi ‘alim (orang yang berilmu) sehingga orang-orang mengambil ilmu darinya.
Mereka semua mendapatkan apa yang dicita-citakan.
Kisah terakhir adalah seorang pemuda yang sangat masyhur. Ialah Muhammad Al-Fatih yang berhasil menaklukkan Konstantinopel. Kota yang sudah dikabarkan oleh Rasulullah akan ditaklukkan oleh umat Islam, beliau bersabda
لَتُفْتَحَنَّ القُسْطَنْطِينِيَّةُ فَلَنِعْمَ الأَمِيْرُ أَمِيْرُهَا وَلَنِعْمَ الجَيْشُ ذَلِكَ الجَيْش
“Sesungguhnya akan dibuka Kota Konstantinopel, sebaik-baik pemimpin adalah yang memimpin saat itu, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan perang saat itu.” (HR. Imam Ahmad 4/235, Bukhari 139)
Rasulullah mengabarkan sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin saat itu, padahal pemimpinnya adalah seorang yang masih muda berumur 21 tahun. Kita tentu tidak memungkiri seberapa tinggi tingkat keilmuannya sehingga Rasulullah menyebut sebagai sebaik-baik pemimpin di masa itu.
Mereka semua adalah para pemuda yang meraih kegemilangan, keberhasilan dan kesuksesan. Tentu saja apa yang mereka dapatkan bukan dengan cara yang instan tetapi dengan keilmuan yang mereka miliki. Kesemangatan yang membara dalam menuntut ilmu mengantarkan pemuda itu kepada puncak cita-cita.
Kegigihan, pengorbanan, dan dedikasi mereka saat masih muda sangat tinggi. Masa itu mereka habiskan untuk mempersiapkan sesuatu yang lebih besar yaitu tercapainya apa yang mereka impikan. Maka di momen Sumpah Pemuda ini, kita secara tidak langsung diingatkan tentang pentingnya memanfaatkan masa muda dengan sebaik-baiknya. Berilmu dan bertakwa menjadi solusi agar masa muda kita termanfaatkan dengan baik, karena keduanya akan mengekang hawa nafsu ketika hendak berulah. Wallahu a’lam bishshawab