Teguran Umar bin Khatab kepada Sang Istri
Abdullah bin Muadz al-Anbari berkata: Naim berkata kepadaku dari (sahabiah) al-Athaarah katanya:
“Umar pernah menyerahkan minyak wangi kaum muslimin kepada istrinya untuk dijualkan, agar hasil penjualannya dapat dibagikan kepada kaum muslimin. Istrinya menjualnya kepadaku. Ia menakar dengan cara menambahi atau mengurangi serta memecah gumpalan dengan giginya. (tak ayal) ada bagian yang menempel di jemarinya. Diapun menempelkan jemarinya kebibirnya (untuk membasahinya) lalu mengusapkannya ke kerudungnya. Ketika Umar datang, dia bertanya,
‘Bau apa ini?’
Istrinya mengabarkan apa yang berlangsung. Umar berang,
‘Engkau mengambil minyak kaum muslimin dan memakainya!’
Umar melepas kerudung istrinya kemudian mengambil air dan menyiramkan ke kerudung itu sambil menggosok-gosokan ke tanah, kemudian menciumi baunya, lalu menyiramnya lagi dengan air sambil mengosok-gosokkan ke tanah, kemudian menciumi baunya dan mengulanginya lagi sebanyak yang Allah kehendaki.
Al-Athaarah melanjutkan:
‘Dikesempatan lain aku mendatanginya lagi (untuk membeli minyak). Ketika dia menakarkan untukku, sesuatu dari minyak wangi kembali menempel di jemarinya. Diapun menempelkan jemarinya kebibirnya (untuk dibasahi) lalu mengusapkannya ke tanah. Akupun berkata:
‘Dulu engkau tidak melakukan seperti ini?’
Istri umar menjawab:
‘Apakah engkau lupa dengan apa yang dilakukan Umar? Aku mendapatkan begini dan begini’.”
Sikap Umar bin Abdul Aziz Kepada Pengurus Dapur
Hammad bin Salamah berkat,: Abu Sannan menceritakan bahwa Umar bin Abdul Aziz biasa dipanaskan air untuknya dari dapur. Diapun bertanya kepada pengurus dapur:
“Dimana air ini dipanaskan”.
“Di dapur” Jawab pengurus dapur.
“Hitunglah, sudah berapa lama engkau memanaskan air di dapur!” Perintah Umar.
“Sejak waktu demikian dan demikian.” Terang pengurus dapur.
“Hitung berapa nilai kayu bakar yang telah terpakai.” Perintah Umar lagi.
“Jumlahnya demikian dan demikian.” Terang pengurus dapur lagi.
Maka Umarpun mengambil simpanan uangnya senilai yang disampaikan, dan memasukannya kebaitul mal.
Teguran Umar bin Abdul Aziz Kepada Sang Istri
Fatimah binti Abdul Malik berkata, “Suatu kali Umar sangat berselera kepada madu tetapi kami tidak memilikinya. Maka kamipun menugaskan pelayan pos dengan mengedarai tunggangannya ke Baklabak untuk membeli madu dengan membekalinya uang satu dinar, dan diapun mendapatkanya. Kemudian aku berkata kepada Umar,
“Engkau menyebut-nyebut madu, aku memilikinya, apakah engkau mau?”
Kamipun memberinya madu dan ia meminumnya seraya bertanya,
“Darimana kalian mendapatkan madu ini?”
Kami menyuruh seorang pelayan pos pergi ke Baklabak dengan uang satu dinar menggunakan tunggangannya dan dia membelinya dari sana. Umar memanggil pelayan itu dan berkata,
“Bawa madu ini ke pasar dan jual, lalu kembalikan harga pokoknya kepada kami, selebihnya gunakan untuk membiayai hewan tunggangan yang dipakai. Seandainya muntahan madu dapat dimanfaatkan oleh kaum muslimin niscaya aku akan memuntahkannya.”
Sikap Umar bin Abdul Aziz kepada Puteranya
Ibnu as-Samâk berkata, “Pernah Umar bin Abdul Aziz membagi-bagi apel kepada orang-orang. Kemudian datang putranya dan mengambil apel dari apel yang dibagi-bagikannya. Umar pun merenggut tangan putranya dan mengambil kembali apel tersebut lalu menempatkannya bersama apel-apel lain. Putranya lalu mengadu kepada ibunya. Ibunya bertanya:
‘Ada apa denganmu, putraku?’
Putranyapun menyampaikan apa yang terjadi. Maka istrinya memberi putranya uang dua dirham untuk membeli apel sehingga dia dan putranya dapat makan apel, lalu menyisakan lebihannya untuk Umar. Ketika Umar selesai dari pekerjaannya diapun masuk ke dalam rumah. Istrinya menyodorkan satu cawan apel kepadanya. Umar bertanya,
“Dari mana kau dapatkan apel ini, wahai Fatimah?.”
Istrinya menyampaikan kisahnya. Umar senang dan berkata,
“Semoga Allah merahmatimu. Sungguh akupun sebenarnya berselera dengan apel tersebut.”
Sumber: Sifat Wara’ Mutiara Kisah Salaf Dalam Berinteraksi Dengan Pekara Syubhat Dan Haram