Sebagai seorang manusia, kita diciptakan beragam oleh Allah, baik fisik maupun karakter. Setiap manusia memiliki karakter dan keahlian berbeda-beda. Namun mereka sama-sama berusaha, dan usaha merekalah yang akan menentukan segalanya. Baik itu urusan dunia maupun akhirat.
Dalam urusan akhirat, disebutkan bahwa seorang muslim pun bertingkat dalam hal keimanan. Tingkatan tersebut yang akan menentukan derajat di akhiratnya. Oleh karena itu seorang muslim selayaknya berlomba-lomba untuk mencari kebaikan. Karena ibarat akar dan pohon, iman dan amal shaleh adalah satu ikatan. Allah berfirman mengenai inti keimanan:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit. (Pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan izin Rabbnya, dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka saling mengingat.” (QS. Ibrahim: 24-25).
Pada ayat di atas, tersirat bahwa kalimat tauhid yang sebagai inti keimanan ibarat pohon yang baik, keimanannya menghunjam ke dalam sanubari seperti menghujamnya akar ke dalam tanah. Amalannya bercabang, menyebar dapat dirasakan manfaatnya oleh banyak khalayak, seperti pohon yang rindang, dapat digunakan berteduh dan buahnya dapat dimakan.
Bertingkat-Tingkatnya Iman
Meski demikian tetap saja, setiap muslim bertingkat dalam keimanan. Disebutkan didalam hadits Jibril yang panjang bahwa tingkatan iman ada tiga; Islam, Iman dan Ihsan. Islam, sebagai lambang perbuatan yang dhahir adalah tingkatan dasar. Karena sejatinya tidak cukup seseorang hanya melakukan amal shaleh.
Iman, sebagai pelengkap unsur Islam, harusnya diiringi dengan iman yang menghujam kuat atas apa yang dikerjakan dari seluruh unsur Islam. Dan Ihsan, merupakan esensi tertinggi manakala Islam dan Iman bersatu. Yaitu mendapatkan kemanisan ibadah dengan merasa melihat Allah ataupun di lihat oleh-Nya.
Selain penjelasan hadits Jibril, keyakinan juga memilliki 3 tingkatan. Pertama ilmu yakin, yaitu sebuah tingkatan dimana seseorang mencapai derajat yakin hanya karena melihat orang-orang berkata yakin. Atau biasa disebut latah. Seorang beriman hanya karena orang tua, kerabat, tetangga atau lingkungannya. Seseorang shalat karena orang lain shalat, dan lain sebagainya. Inilah tingkatan terendah seorang muslim. Karena mungkin saja ia akan merubah keyakinannya manakala lingkungan yang ia berada di dalamnya berubah.
Kedua, ainul yakin, yaitu sebuah tingkatan dimana seseorang mencapai derajat yakin dengan cara pembuktian langsung. Atau biasa disebut skeptis, tidak benar-benar membenarkan sebelum jelas bahwa itu kebenaran. Atau tidak mau beriman kecuali setelah datang mu’jizat. Tidak mau mengamalkan suatu amalan kecuali telah tahu benar dalil yang shahih, dan lain sebagainya. Tingkatan ini merupakan tingkatan yang baik, karena meski sulit dipahamkan namun sekali memahami hakekat kebenaran ia akan menjadikannya sebagai prinsip hidup hingga dibawa mati.
Ketiga, haqqul yakin, yaitu sebuah tingkatan dimana seseorang mencapai derajat yakin, tanpa ragu manakala diberikan kebadanya sebuah kebenaran. Tanpa harus bertanya, bukti, tujuan ataupun alasannya. Tinggkatan yakin inilah yang dimiliki oleh para sahabat, terutama Abu Bakar ash-Shidiq. Tatkala seluruh penduduk Makkah masih meragukan kenabian Nabi Muhammad karena belum cukup bukti, beliau lah orang pertama yang beriman. Bukan karena sahabat karib atau sanak famili Nabi, namun karena ia sangat yakin tanpa ragu bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Inilah yang perlu kita contoh.
Keutamaan Bagi Kita
Ketiga tingkatan tersebut terasa lebih mudah dilakukan di masa Nabi Muhammad masih hidup, namun bagi kita yang telah berabad-abad ditinggalkan beliau sangatlah berat untuk dapat mencapai derajat haqqul yakin, meski demikian hal itu tidaklah mustahil.
Bahkan di dalam hadits yang masih diperselisihkan keshahihannya Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya dibelakang kalian (para sahabat) terdapat masa-masa sabar, bagi orang yang masih berpegang (dengan syari’at) akan berbalas 50 kali lipat ganjaran kalian (para sahabat).
Kembali pada tingkatan iman, bahwa tidak dapat dipungkiri setiap muslim memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Karena memang, iman senantiasa naik dan turun, oleh karena itu marilah kita kuatkan iman dengan memperbanyak ketaatan kepada Allah, dan mengurangi maksiat. Dan semoga saja kita mampu melalui zaman-zaman fitnah yang belum pernah dialami oleh para sahabat sehingga menjadi nilai lebih bagi kita dihadapan Allah Ta’ala.
Terakhir, apapun tingkatan seorang muslim dalam iman, mereka semua sama dalam hal hak. Yaitu hak yang wajib diterima dari saudaranya sesama muslim, berupa perhatian, empati, bantuan riil maupun moril atau hak-hak yang dijelaskan Nabi di dalam haditsnya seperti menjawab salam, memenuhi undangan, menshalatkan jenazah, menjenguk orang yang sakit dan lain sebagainya. Dan sejatinya, di dunia ini apaun tingkatan keimanannya semua muslim adalah sama diantara mereka. Wallahu a’lam bisshawab. (Fery/annursolo.com)
Baca Juga: Belajar Dari Musuh Abadi