Beliau adalah seorang wanita berkulit hitam yang hidup dizaman Rasulullah. Beliau lebih dikenal dengan panggilan Ummu Mihjan, Ummu Mihjan bukan shahabiyah yang ikut terjun ke medan jihad, bukan pula shahabiyah cerdas yang menghafal ribuan hadis, bukan, bahkan ketiadaannya saja nyaris tak ada yang peduli.
Amalannya pun hanya sederhana, mengumpulkan daun yang jatuh di sekitar masjid. Lalu ia bersihkan dan membuangnya ke tempat sampah.
Meski begitu, Ummu Mihjan mendapat perhatian khusus dari Rasululullah, kisahnya terukir apik, terbadikan dalam lembaran kitab para ulama (Lihat; Shahih Bukhari: 1/99, Shahih Muslim: 2/659, Sunan al-Kubra lil Baihaqi: 4/77, al-ishabah fi tamyiz as-shahabah: 8/314)
Suatu malam Ummu Mihjan meninggal dunia, sebagian sahabat menyolatkan dan menguburkan tanpa memberi tahu Rasulullah. Sebabnya karena waktu itu sudah malam, para sahabat merasa segan untuk membangunkan Rasulullah.
Keesokan harinya ketika ke masjid, Rasulullah kehilangan Ummu Mihjan, lalu beliau bertanya kepada para sahabat. Para sahabat mengabarkan bahwasanya malam tadi Ummu Mahjan telah wafat Rasulullah merasa sedih, beliau meminta para sahabat untuk menunjukkan dimana kuburannya.
Setelah sampai, Rasulullah bergegas menyolatkan dan mendoakan disamping kubur Ummu Mihjan sebagai bentuk penghormatan terakhir beliau.
Perasaan kehilangan yang dirasakan Rasulullah merupakan tanda bahwa Ummu Mihjan mendapat perhatian khusus dari Rasulullah.
Bayangkan, beliau adalah seorang Nabi dan Rasul sekaligus kepala negara, tentu perhatian dan kesibukannya terforsir untuk mengurus dan memikirkan urusan-urusan yang jauh lebih kompleks, daripada sekedar memperhatikan seorang wanita miskin yang memiliki kontribusi sangat kecil dibanding para sahabat lain.
Ummu Mihjan, namanya aslinya saja bahkan tak ada yang tahu siapa, tidak terkenal di kalangan sahabat, bahkan beberapa ulama ahli sejarah juga tidak mengetahui persis.
Namun begitulah Rasulullah mengajarakan kepada kita untuk tidak pernah meremehkan sekecil apapun amalan.
(لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ (رواه مسلم
Jangan meremehkan sedikit kebaikan, walau engkau hanya berbicara kepada saudaramu dengan wajah yang ceria (HR. Muslim: 4/2026)
Menurut Syaikh Utsaimin, berwajah ceria didepan saudara sesama mempunyai nilai kebaikan tersendiri, karena itu akan menimbulkan kebahagiaan dihati saudara kita, melapangkan dadanya, terlebih lagi apalagi diikuti ucapan-ucapan yang baik, seperti menanyakan kabar dan sebagainya (Syarh Riyadhu as-Shalihin: 4/63)
Sebab, berapa banyak amalan kecil yang menjadi besar karena niat, pun sebaliknya, berapa banyak amal yang besar namun menjadi kecil karena niat.
Seperti Ummu Mihjan, mari terus menebar kebaikan semampu dan sebisa kita dengan hanya berharap pahala dari Allah subhanahu wa ta’ala. [Ibnu Abdullah]
Wallahu a’lam bis shawab.
Ingin Pahala Yang Terus Mengalir? Klik Disini