Oleh: Tim Ulin-Nuha Ma’had ‘Aly An-Nuur
Di antara hikmah zakat Fithri ialah:
a. Bagi pribadi dan individu muslim
- Menyucikan jiwa orang yang melaksanakan shiyam dari perbuatan sia-sia dan ucapan kotor. Bagi orang yang melaksanakan shiyam, zakat berfungsi sebagai pembersih dari laghwun (perbuatan sia-sia) dan rafats (ucapan kotor). Hal ini disebabkan karena orang yang shiyam tidak terlepas dari melakukan kedua hal tersebut. Padahal shiyam yang sempurna bukan hanya menahan syahwat perut dan kemaluan. Lisan, pendengaran, penglihatan, tangan, dan kaki juga harus ikut melakukan shiyam. Yaitu dengan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah dan Rosul-Nya, baik itu berupa perkatan ataupun perbuatan. Sedikit sekali yang selamat dari hal tersebut sehingga datanglah syariat zakat di akhir Ramadhan sebagai pembersih dari kotoran yang menempel ketika melaksanakan shiyam atau sebagai penutup dari kekurangan. Ini seperti halnya mandi yang dapat membersihkan badan dari kotoran yang melekat padanya. Kebaikan itu dapat menghapus kejelekan.
- Menanamkan sikap rela berkorban dan suka membantu orang lain.
- Menghilangkan sifat bakhil dan loba dari pemilik kekayaan.
- Menghindarkan penumpukan harta perorangan yang dikumpulkannya di atas penderitaan orang lain.
- Sebagai penyempurna pelaksanaan ibadah shiyam, karena terkadang ada saja kekurangan dan dosa selama melaksanakan ibadah shiyam itu.
- Sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat Allah berupa kemampuan melaksanakan ibadah shiyam secara sempurna, shalat Tarawih, dan amal-amal shalih lainnya di bulan Ramadhan.
Ibnu ‘Abbas RA berkata,
فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ
“Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithri sebagai penyucian jiwa orang yang shiyam dari laghwun (perbuatan sia-sia), rofats (ucapan kotor), dan untuk memenuhi kebutuhan orang-orang miskin.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah; dishahihkan oleh Al-Hakim)
b. Bagi masyarakat muslim
- Bagi masyarakat muslim zakat Fithri berfungsi sebagai penebar rasa kasih sayang dan rasa gembira di setiap pejuru masyarakat, khususnya bagi fakir miskin. Hal ini disebabkan hari raya ‘Idul Fithri adalah hari yang penuh dengan kegembiran. Luapan perasaan ini sudah seyogianya bisa dirasakan juga oleh seluruh kaum muslimin. Fakir miskin tidak dapat merasakan kegembiraan ini ketika melihat orang kaya menikmati hidangan yang lezat lagi nikmat sedang dia tidak mendapatinya pada hari itu. Di sinilah Islam yang memperhatikan kemaslahatan hidup datang dengan syariat zakat guna memenuhi kebutuhan fakir miskin sekaligus mengingatkan orang-orang kaya betapa pahit dan sulitnya kehidupan fakir miskin.
- Membina dan mempererat tali persudaraan sesama umat Islam.
- Berbuat baik terhadap orang-orang fakir serta mencegah mereka agar jangan sampai meminta-minta pada hari raya, sehingga mereka bisa ikut merasakan kegembiraan sebagaimana orang-orang kaya. Harapannya hari raya itu betul-betul menjadi milik semua orang.
- Mendekatkan jurang pemisah antara fakir miskin dengan orang kaya yang berpotensi menimbulkan masalah dan kejahatan sosial.[1]
Sumber: buku Fikih Ramadhan karya Tim Ulin Nuha Ma’had Aly an-Nuur (1429 H
[1] Ensiklopedi Wanita, Haya binti Mubarak Al-Barik, hal. 66.
Setuju sekali bahwa Hikmah dari Zakat Fithri (khususnya) dan Zakat-zakat lainnya pd umumnya adalah sebagai Penyuci Jiwa, makna inilah yg pada hakikatnya sehingga Al-Qur’an dapat menyentuh kedalam diri.
إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ
sesungguhnya Al Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, (QS 56:77)
فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ
pada kitab yang terpelihara (Lohmahfuz), (QS 56:78)
لا يَمَسُّهُ إِلا الْمُطَهَّرُونَ
tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. (QS 56:79)
تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Diturunkan dari Tuhan semesta alam. (QS 56:80)
Apabila kita tidak mengeluarkan zakat, maka akan ada suatu hizab/dinding yang tertutup.
وَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ جَعَلْنَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ حِجَابًا مَسْتُورًا
Dan apabila kamu membaca Al Qur’an niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup. (QS 17:45)
Kita beriman kepada Kehidupan Akhirat, bukanlah sekedar diucapkan dengan lisan saja, tetapi harus ada pembuktian. Karena manusia dikatakan beriman apabila Kata, hati, perbuatan harus sesuai dengan apa yang dicontohkan Rasulullah SAW. Bagaimana Praktek/Pembuktiannya ?
الَّذِينَ لا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ
(yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat. QS 41:7
Dari QS 41:7 diatas dapat diartikan bahwa tunaikanlah zakat agar kita tidak kafir akan adannya kehidupan akhirat. Zakat inilah sebagai pembuktian kalau kita beriman kepada Kehidupan Akhirat. Dengan Berzakat dapat mensucikan/membersihkan diri kita dimana ini juga merupakan salah satu unsur agar Al-Qur’an dapat menyentuh hati/diri kita.