Oleh: Amar Syarifuddin
Umat Islam di Indonesia menjadikan Idul Fitri sebagai hari raya utama, momen untuk berkumpul kembali bersama keluarga, apalagi keluarga yang karena suatu alasan, misalnya pekerjaan atau pernikahan, harus berpisah. Mulai dua minggu sebelum Idul Fitri, umat Islam di Indonesia mulai sibuk memikirkan perayaan hari raya ini, yang paling utama adalah Mudik atau Pulang Kampung, sehingga pemerintah pun memfasilitasi dengan memperbaiki jalan-jalan yang dilalui. Hari Raya Idul Fitri di Indonesia diperingati sebagai hari libur nasional, yang diperingati oleh sebagian besar masyarakatIndonesia yang memang mayoritas Muslim.
Di Malaysia, Singapura, dan Brunei, Idul Fitri dikenal juga dengan sebutan Hari Raya Puasa atau Hari Raya Aidil Fitri. Masyarakat di Malaysia dan Singapura turut merayakannya bersama masyarakat Muslim di seluruh dunia. Seperti di Indonesia, malam sebelum perayaan selalu diteriakkan takbir di masjid ataupun mushala, yang mengungkapkan kemenangan dan kebesaran Tuhan. Di perkampungan, biasanya banyak masyarakat yang menghidupkan pelita atau panjut, atau obor di Indonesia. Banyak bank, perkantoran swasta ataupun pemerintahan yang tutup selama perayaan Idul Fitri hingga akhir minggu perayaan. Masyarakat di sini biasanya saling mengucapkan “Selamat Hari Raya” atau “Salam Aidil Fitri” dan “Maaf lahir dan batin” sebagai ungkapan permohonan maaf kepada sesama. Di Malaysia juga ada tradisi balik kampung, atau mudik di Indonesia. Disini juga ada tradisi pemberian uang oleh para orang tua kepada anak-anak, yang dikenal dengan sebutan duit raya.
Demikianlah gambaran singkat tentang perayaan idul fithri di wilayahasiatenggara. Dalam makalah ini kita tidak akan membahas berbagai tradisi tersebut di atas. Dalam makalah ini kita akan melihat penjelasan tentang tuntunan Islam berkenaan dengan hari raya idul fithri. Harapannya, setelah membaca makalah ini kita dapat membandingkan manakah perkara/ritual/tradisi yang sesuai dengan tuntunan Islam dan manakah yang tidak. Sehingga kita dapat menentukan prioritas amal di hari raya idul fithri tersebut. Semoga dengan membaca makalah ini idul fithri kita lebih bermakna dan tidak keluar dari rel yang telah ditentukan oleh syari’at. Selamat membaca.
Pengertian Dan Pensyariatannya
Makna idul fitrhi yang benar adalah hari raya berbuka. Dalam bahasa Arab kata ‘Ied’ berasal dari kata عَادَ – يَعُوْدُ – عِيْدًا yang berarti الرُّجُوْعُ وَالْمُعَاوَدَةُ (kembali dan berulang-ulang), dinamakan demikian karena selalu berulang-ulang. Sedangkan ‘Al-Fithri’ merupakan masdar fi’il dari kata أَفْطَرَ – يُفْطِرُ – اِفْطَارًyang berarti berbuka puasa.
Abi Hurairah meriwayatkan, bahwa Nabi bersabda:
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحّ ‘Shaum/puasa itu ialah pada hari kamu berpuasa, dan Fithri itu ialah pada hari kamu berbuka. Dan Adha itu ialah pada hari kamu menyembelih hewan’.” (Hadits Shahih Riwayat At-Tirmidzi)
Anas bin Malik, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam datang ke Madinah, sedangkan penduduk Madinah mempunyai dua hari raya yang selalu mereka rayakan. Beliau bertanya, “Dua hari raya apakah ini ?’ Mereka menjawab “Kami merayakannya pada masa jahiliyah.’ Beliau bersabda, ‘Allah telah mengganti dua hari raya ini dengan yang lebih baik dari keduanya, yaitu ‘IdulAdlha dan ‘IdulFithri.” (HR. Abu Dawud, No:1134, An Nasa’I No:1557, Ahmad 3/103,178,235,250.)
Adab-adab di hari raya idul fithri
- Mandi dan memakai pakaian yang bagus.
Seorang muslim seyogyanya betul-betul memperhatikan hari ied ini; membersihkan badan dengan mandi dan memakai wangi-wangian. Sekelompok ulama menganggap bahwa perbuatan tersebut adalah sunnah. Al Fakih bin Sa’d -ia seorang sahabat Nabi- berkata, “Rasulullah selalu mandi di hari idulfitri, iduladlha dan hari Arafah.” dan Al Fakih sendiri selalu memerintahkan keluarganya untuk mandi pada hari-hari itu. (HR. Ibnu Majah, 1306). Dan diceritakan dari Ibnu Umar bahwa beliau mandi sebelum pergi menghadiri shalat ied (Muwaththa’ Malik: 1/189)
Dan diceritakan dari Ibnu Umar bahwa dia memakai pakaiannya yang paling indah pada dua hari raya. (Sunan Al-Baihaqi: 3/281)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Dan Nabi memakai pakaian yang paling indah pada dua hari raya, maka beliau memiliki pakaian khusus yang dipakainya pada dua hari raya dan hari jum’at.” (Zadul Ma’ad: 1/441)
- Makan sebelum menunaikan sholat idulfithri
Dianjurkan sebelum keluar menuju tempat shalat eidul fitri untuk menyantap beberapa biji kurma dengan jumlah yang ganjil, baik tiga biji, ataulimaatau tujuh biji.
Dari Anas ra berkata: Rasulullah saw tidak keluar pada pagi hari idulfitri sehingga beliau dari rumah sampai tiba di tempat shalat dan imam hadir untuk mengimami shalat.memakan beberapa biji kurma dan beliau memakannya dalam jumlah yang ganjil. (Shahih Bukhari: 1/302 no: 953)
- Bertakbir sejak sejak keluar dari rumahnya menuju tempat shalat sehingga imam memasuki tempat shalat. Dan takbir ini disyari’atkan berdasarkan kesepakatan ulama empat mazhab.
- Berjalan kaki ke tempat shalat dan pergi pulang lewat jalan yang berbeda.
Dianjurkan untuk mendatangi tempat shalat dengan berjalan kaki. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Hisyam bin ‘Ammar bahwa Rasulullah berangkat menuju shalat id dengan berjalan, demikian juga ketika kembali. (HR. Ibnu Majah, 1284)
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, “Pada hari ied beliau pulang pergi lewat jalan yang berbeda.” (Bukhari 986, Baihaqi 3/308)
Ini adalah pendapat jumhur ulama, Imam Malik dan Syafi’i. (Salsabil fi ma’rifati dalil, 2/32, Al Majmu’ 5/15)
5. Saling mengucapkan ucapan selamat.
Muhammad bin Ziad berkata, “Saya bersama abi Umamah Al Bahiliy dan yang lainnya dari para shohabat Rasulullah, maka apabila mereka pulang dari sholat ied, mereka saling mengucapkan:
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ
“Semoga Alloh Manerima Amal Kita dan Amalmu semua” (Ahmad berkata, “Isnadnya bagus”)
6. Dimakruhkan membawa senjata tajam kecuali dalam keadaan terpaksa.
Dari Sa’id bin Jubair dia berkata, “Saya bersama Ibnu Umar ketika beliau terkena mata tombak ditengah- tengah telapak kaki, maka ia terjatuh dari tungganganya. Saya turun unuk membantunya dan mencabut mata tombak itu. Ketika kami berada di Mina, Al Hajjaj menjenguknya sambil mengatakan, ‘Seandainya kami tahu siapa yang melukaimu.’ Maka Ibnu Umar berkata, ‘Kamulah yang telah melukaiku!!’ Hajaj berkata, ‘Bagaimana bisa terjadi yang demikian?’ Ibnu Umar menjawab, ‘Kamu membawa senjata pada hari yang seharusnya tidak boleh membawanya dan kamu memasukkan senjata ke tanah haram yang seharusnya tidak boleh membawa senjata di dalamnya’.” (HR Bukhori)
7. Setelah menunaikan sholat subuh kaum muslimin dianjurkan untuk segera pergi ke tempat shalat walaupun matahari belum terbit, kecuali imam. Ini adalah pendapat Hanafi, Syafi’i da Hambali. Sedangkan menurut Madzhab Malikyah disunnahkan setelah terbitnya fajar. (Fiqih ‘ala Madzahil Arba’ah 1/318)
9. Hendaknya menampakkan wajah yang berseri-seri penuh kebahagiaan kepada siapa saja yang ditemuinya dari orang-orang mukmin. (Fiqih ‘ala Madzahil Arba’ah 1/318)
Takbir ‘Idul Fithri
Shalat idul fithri merupakan sunah Rasulullah yang dikerjakan setelah berpuasa di bulan Ramadhan. Sebelum kita menunaikannya, kita disunahkan untuk mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil. Berikut ini adalah penjelasan tentang tata cara takbir menjelang shalat idul fitri.
Para ulama berbeda pendapat tentang kapan takbir tersebut dimulai:
Pertama, Sejak tengggelamnya matahari di malam ‘Ied. Ini adalah pendapat Sa’id bin Musayyib, Abu Salamah, Urwah, Zaid bin Aslam dan Syafi’i. Berdasarkan firman Allah:
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“…Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” ) QS. Al-Baqarah [2] : 185)
Bisa dipahami bahwa sempurnanya bilangan shaum Ramadhan satu bulan adalah dengan tenggelamnya matahari pada akhir bulan Ramadhan dan terbitnya hilal Syawal. Dari situlah takbir dimulai.
Kedua, Sejak berangkat menuju tempat sholat. Ini adalah pendapat jumhur ulama, Ali, Umar, Abu Umamah dan sebagian besar para shahabat. Juga pendapat Abdurrahman bin Abi Laila, Sa’id bin Jubair, An Nakha’i, Abu Zanad, Umar bin Abdul Aziz, Ubay bin Utsman, Abu Bakar bin Muhammad, Al Hakam, Hammad, Imam Malik, Ishak, Abu Tsaur dan juga Auza’i. Mereka berdalil dengan perkataan Nafi’:
”Ibu Umar bertakbir pada hari ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adlha, beliau bertakbir dan mengeraskan suaranya.” (Ad Daruquthni 2/45, Baihaqi 3/279)
Abu Jamilah Masyawah bin Ya’kub berkata,“Saya melihat Ali keluar pada hari ‘Ied, ia terus bertakbir sampai ke tempat sholat”. (Daruqutni 2/44)
Kemudian para ulama juga berbeda pendapat tentang kapan takbir ini diakhiri; menurut salah satu riwayat dari Imam Abu Hanifah takbir ini diakhiri ketika sampai di tempat sholat, dan dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau berpendapat takbir ini berakhir hingga shalat dilaksanakan. (Fiqih Islam Wa adilatuhu, EdisiIndonesia, 2/473)
Menurut pendapat madzhab Hambali takbir idul fithri sampai selesai khutbah lebih kuat daripada takbir pada malam hari idul adha. Karena sesuai dengan firman Allah, “…Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah [2] : 185) Karena takbir menampakan syi’ar-syi’ar Islam dan mengingatkan orang lain.( Fiqih Islam Wa adilatuhu, EdisiIndonesia, 2/474)
Mayoritas ulama berpendapat bahwa takbir boleh dikumandangkan di rumah-rumah, masji-masjid, pasar, dan jalanan, yaitu mulai pagi hari hingga sebelum shalat dengan suara keras sampai dimulainya shalat.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa; Beliau [Rasulullah] keluar pada hari ‘Idul Fitri dan bertakbir sampai tiba ditempat sholat dan melaksanakan sholat. Jika selesai sholat, beliau menghentikan takbir. (Ibnu Abi Syaibah, Silsilah Ahadits Shahihah no. 170)
Bentuk takbir
Menurut Hanafi dan Hambali lafazh takbir idul Fithri adalah sebagai berikut:
اَلله أَكْبَرُ، الله أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَ الله أَكْبَرُ ، الله أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
“Allah Maha Besar Allah Maha Besar, Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah, Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan untuk Allah segala pujian” (Diriwayatkan oleh Ibnu A bi Syaibah 2/168 dengan isnad yang shahih.), sebagai pengamalan dari riwayat Jabir, Nabi, juga ucapan dua khalifah dan ucapan Ibnu Mas’ud. (Fiqih Islam wa Adilatuhu, EdisiIndonesia, 2/474)
Adapun bentuk takbir menurut penganut madzhab Maliki dan Syafi’i dalam pendapat baru adalah sebagai berikut:
اَلله أَكْبَرُ، الله أَكْبَرُ، اَلله أَكْبَرُ
“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar.” menurut Maliki ini adalah lafazh yang paling baik. Dan jika ditambah dengan lafazh:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَ الله أَكْبَرُ ، الله أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
“Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan untuk Allah segala pujian.” Maka itu juga baik. Sebagai bentuk pengamalan terhadap riwayat Jabir dan Ibnu Abbas.
Menurut imam Syafi’i, setelah takbir ketiga dianjurkan untuk menambah dengan lafazh:
الله أَكْبَرُ كَبِيرًا ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا ، وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَأَصِيلاً
“Maha Besar Allah, dan segala puji bagi Allah, pujian yang banyak, dan Maha Suci Allah, baik waktu pagi dan petang.” Sebagaimana yang diucapkan oleh Nabi, ketika berada di bukit shafa. Dan disunahkan pula untuk mengucapkan lafazh berikut, setelah mengucapkan lafazh di atas:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَ الله أَكْبَرُ
“Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, dan kami tidak menyembah kecuali Dia. Tulus ikhlas untuk agama-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya. Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah semata. Dia telah membenarkan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan mengalahkan kelompok-kelompok kafir dengan sendirian. Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Maha Besar.”
Menurut penganut Madzhab Hanafi, tambahan di atas boleh dibaca atau tidak. Kemudian ditutup dengan sahawat kepada Nabi:
اللهمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَصْحَابِ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِ مُحَمَّدٍ وَسَلَّمَ تضسْلِيْمًا كَثِيْراً
“Ya Allah berilah shalawat dan salam yang banyak kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepada para shahabatnya, dan juga para istrinya.” (Fiqih Islam Wa adilatuhu, EdisiIndonesia, 2/474)
Shalat Idul Fithri
a. Hukum Mengerjakan Sholat Idul Fithri
Para Ulama berbeda pendapat tentang hukum mengerjakan shalat ‘Idain:
Menurut Imam Ahmad dan sebagian ulama Syafi’iyah adalah fardhu kifayah. Pendapat mereka didasarkan pada firman Allah, “Shalatlah kamu kepada Robbmu dan sembelihlah korban.” (QS. Al-Kautsar [108] : 2)
Pendapat yang masyhur menyatakan bahwa shalat di sini adalah shalat ‘Ied, sedangkan asli dari perintah shalat adalah wajib, dan Rasulullah selalu mengerjakannya.
Shalat idul fithri termasuk syiar Islam yang bila satu negeri sepakat tidak mengerjakannya, maka mereka diperangi oleh Imam/pemerintah.
Wajibnya adalah wajib kifayah karena tidak disyariatkan adzan, sehingga hukumnya seperti shalat jenazah.
Sedangkan menurut Abu Hanifah adalah fardhu ‘ain. Alasan beliau karena dalam shalat idulfithri terdapat khutbah, sehingga dihukumi seperti shalat Jum’at.
Sedangkan menurut Imam Malik, Syafi’i dan Jumhur ulama adalah sunnah muakadah. Thalhah bin Ubaidullah berkata, “Seorang laki-laki dari pendudukNejd yang rambutnya berdiri datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kami mendengar gumaman suaranya, namun kami tidak dapat memahami sesuatu yang dia ucapkan hingga dia dekat dari Rasulullah, ternyata dia bertanya tentang Islam. Maka Rasulullah menjawab, ‘Islam adalah shalatlima waktu siang dan malam.’ Dia bertanya lagi, ‘Apakah saya masih mempunyai kewajiban selain-Nya?’ Beliau menjawab, ‘Tidak, kecuali kamu melakukan shalat sunnah dan puasa Ramadlan’.” (HR. Muslim, No. 12)
b. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Sholat Idul Fithri
Waktunya adalah sebagaimana waktu dhuha, yaitu tatkala matahari sudah setinggi tombak sampai waktui tergelincirnya matahari. Jundab berkata, “Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam shalat ‘Idul fithri bersama kami ketika matahari setinggi dua tombak, dan shalat ‘Idul Adlha ketika matahari setinggi satu tombak.” (Dha’if, diriwayatkan dari Hasan bin Ahmad Al Banna dalam kitab Al Adlha, lihat talhish Ibnu Najar 2/83)
Imam Syaukani berkata, “Hadits yang paling baik dalam menerangkan waktu shalat ‘Idain adalah hadits Jundab di atas. Hikmahnya adalah karena dalam ‘Idul Fithri ada kewajiban mengeluarkan zakat, sehingga dengan diakhirkan waktu shalat ada waktu untuk membayar dan membagikan zakat, sedangkan tugas di hari raya ‘Idul Adlha adalah menyembelih hewan korban, dengan disegerakannya shalat berarti waktu menyembelih lebih luas.”
Bagaimana kalau khabar tentang sholat idul fithri ini baru diketahui setelah siang hari atau sore hari?
Bagi yang berpuasa harus segera berbuka, sedang mengenai pelaksanaan shalat terdapat beberapa pendapat:
a. Imam Malik dan Syafi’i:
Tidak perlu sholat idul fithri besok harinya karena sholat idul fithri harus ada jama’ah dan khutbah idul fithri. Keduanya tidak diqodlo’ sebagaimana sholat jum’at. Rasululloh bersabda, “Hari Fitri kalian adalah pada hari kalian semua berbuka, Adha kalian adalah pada hari kalian semua menyembelih qurban.” (Abu Dawud 1/543, Tirmidzi ‘Aridzatul 3 /216, Ibnu Majah 1/ 531)
b. Pendapat yang kuat menyatakan mereka hendaknya melakukan sholat idul fithri keesokan harinya.
Ini adalah pendapat Ahmad. Auza’i, Ats tsaury, Ishaq, Ibnu Mundzir dan Al khatobi. Dalil yang mereka gunakan adalah hadits riwayat ‘Umair bin Anis dari paman-pamannya dari golongan Anshar, mereka berkata, “Kami tertutup mendung sehingga tidak melihat hilal syawal. Paginya kami puasa. Sore hari itu juga datang rombongan ( kafilah dagang – pent) lalu bersaksi dihadapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa mereka telah melihat hilal kemarin. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan berbuka dan untuk bersiap sholat ‘Ied besok harinya.” (Shahih Ahmad 5/38, Abu Dawud No:1157, Nasa’i 1/180, Ibnu Majah No:1653, Daruqutni 2 /170, Syarhu Ma’anil atsar 1/387, Al Baihaqi 3/316)
Adapun tempat pelaksanaannya adalah di lapangan atau tempat terbuka. Sebagaimana yang dituturkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri, dia berkata, “Pada hari raya Idul Firi dan Adlha Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menuju tempat shalat (lapangan)…..” (HR. Bukhari, No. 903)
Apabila turun hujan, maka shalat idul fithri dilaksanakan di masjid. Sebagaimana yang dituturkan oleh Abu Hurairah, dia berkata, “Kami pernah kehujanan pada waktu pelaksanaan shalat Id, maka Nabi melaksanakannya di masjid.” (HR. Abu Dawud, No. 980)
c. Tata Cara Sholat idul fithri
1. Ketika tiba di mushala (masjid atau lapangan) hendaknya imam segera maju ke depan untuk mengimami shalat dan dia menegakkan sutrah (pembatas) di depannya.
2. Kemudian ia bertakbir tanpa ada adzan dan iqomah sebelumnya.
Dari Abu Sa’id Al Khudry berkata, “Bahwa pada hari raya ‘Idul fitri dan Adha Rasulullah keluar menuju mushala dan yang pertama kali beliau lakukan adalah sholat.” (HR Bukhori dan Muslim(
Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah sholat ‘Ied tanpa adzan dan iqomah, begitu juga dengan Abu Bakar, Umar dan Utsman .” (HR. Abu Dawud)
3. Disunnahkan takbir tujuh kali pada rakaat pertama dan takbirlimakali pada rakaat kedua, takbir ini tidak terhitung takbirotul ikhram dan intiqol. Disunnahkan juga mengangkat tangan ketika bertakbir.
Dari Abdulloh bin Amru, bahwa Rasululloh bertakbir 7 kali pada rokaat pertama shalat ‘IdulFithri dan lima kali pada rokaat kedua. Kemudian barulah beliau membaca surat.” (Abu Daud 1151, Baihaqi 3 / 258, Daruqutni 2 / 48, Ibnu Majah 1278)
Mengangkat tangan sunnah menurut Atho’, Auza’i, Abu Hanifah, Ahmad dan Syafi’i. Berdasar pendapat Umar dan riwayat Abu Humaid. Namun kedua riwayat ini lemah. (Al Majmu’ 5/20-21, Al Mughni 3/ 272-273, riwayat Umar dalam Baihaqi 3/243)
Imam Malik dan Ats-tsaury menyatakan tidak mengangkat tangan saat takbir. Meski demikian, para shahabat mengangkat tangan mereka ketika bertakbir.
Kemudian, di antara takbir disunnahkan banyak membaca tasbih dan tahmid. Ini adalah pendapat Imam Ahmad dan Syafi’i. Berdasar fatwa Ibnu Mas’ud kepada Al Walid bin Uqbah, “Kamu bertakbir, bertahmid dan bersholawat lalu berdoa dan bertakbir lagi, begitu seterusnya.”Shohabat Abu Musa dan Hudzaifah berkomentar, “Ibnu Mas’ud benar.” (Baihaqi 2 / 240)
Adapun Imam Malik, Abu Hanifah dan Auza’i tidak menyukai dzikir diantara takbir, karena tidak ada riwayat yang jelas dari Rasulullah tentang itu.
4. Disunnahkan membaca :
– Rokaat pertama:SuratQoof atau Al A’la.
– Rokaat kedua:SuratAl Qomar atau Al Ghosiyah.
Dari Abu Waqid Al Laitsi Rasulullah e membaca surat Qoof dan Al qomar pada sholat ‘idulfitri dan Adha. (Muslilm 891, Tirmidzi 534, Abu Daud 1154, Nasai 3/83, Ibnu Majah 1282, Ahmad 5 / 217, Baghowi 1091, Nasai 3 / 84(
Dari Nu’man bin Basyir, “Rasulullah e sholat ‘Ied dan membaca Al ‘ala dan Al Ghosyiyah.” (Muslim 878, Tirmidzi 533, Abu Daud 1122, Ahmad 4 / 273, Ibnu Majah 1281, Darimi 368, Baghowi 1091, Nasai 3 /184)
- Selanjutnya seperti sholat biasa sebanyak dua rokaat.
Bagaimana dengan yang ketinggalan sholat? Menurut madzhab syafi’iyah dan hanabilah bagi yang tertinggal disunahkan baginya untuk mengqadha shalat tersebut sebagaimana mestinya, karena Anas bin Malik pernah melakukannya. Sedangkan menurut madzhab Hanafiyah dan Malikiyah, bagi yang tertinggal tidak boleh mengqodhonya. Karena dia terlah tertinggal dan shalat sunah nafilah itu tidak diqadha. (Al-Fiqh Al-Islami Wa Adilatuhu, 2/517)
6. Khutbah sesudah sholat id hukumnya sunah, begitu juga mendengarkannya.
7. Tidak ada sholat sunnah sesudah dan sebelum sholat id.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Sesungguhnya Nabi e keluar pada hari raya fitri dan Adha dan sholat dua rokaat dan tidak sholat sebelum dan sesudahnya dan bersamannya adalah Bilal.” (Bukhori 289)
Adapun ucapan “ الصَّلاَةُ جَامِعَةُ “ dasarnya adalah hadits riwayat Az Zuhri yang dhoif dan Mursal.
Demikian pembahasan singkat tentang hari raya idulfithri dan beberapa hal yang berkaitan erat dengannya. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu a’lam Bish Shawab.