1. Niat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : “Setiap orang yang mengetahui bahwa besok itu termasuk bulan Ramadhan, sedangkan ia ingin melaksanakan shaum di bulan itu, maka ia telah meniatkan shaumnya, baik niatnya dilafalkan ataupun tidak. Dan hal ini merupakan amalan yang umumnya dilakukan kaum muslimin, mereka semua meniatkan shaumnya.[1]
Sedangkan waktunya adalah pada bagian malam manapun di bulan tersebut hingga terbit fajar shadiq. Demikian menurut madzhab Hambali, Syafi’i, Maliki dan lainnya.[2]
Rasulullah bersabda :
مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa yang tidak meniatkan shaum sebelum fajar, maka tidak ada shaum baginya.”[3]
Adapun setelah berniat lalu ia melakukan sesuatu yang dapat membatalkan shaum, seperti makan, minum, atau mencampuri isterinya, atau tidak melakukannya selama belum terbit fajar shadiq, maka tidak mengapa.[4]
Menurut madzhab Hambali, Hanafi, Syafi’i dan Ibnul Mundzir, niat wajib dilaksanakan setiap hari di bulan Ramadhan. Berbeda dengan pendapat Imam Ahmad yang mengatakan, bahwa satu kali niat sudah dianggap sah untuk menjalankan shaum selama sebulan, apabila dia menyatakan niatnya untuk shaum selama satu bulan. Dan demikian juga menurut madzhab Maliki dan Ishaq.[5]
2. Imsak ( menahan diri ) dari hal-hal yang membatalkan shaum.
3. Dilakukan pada siang hari.
Allah berfirman :
….وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى الَّيْلِ ….{187}
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah shaum sampai malam hari.” ( QS. Al-Baqarah : 187 )