Oleh: Tim Ulin-Nuha Ma’had ‘Aly An-Nuur
Ibnu Abbas RA menyampaikan bahwa Rasulullah SAW bercerita tentang Lailatul Qadar. Kata beliau, “Malam itu terlihat tenang dan cerah, tidak panas dan tidak pula dingin. Pada pagi hari matahari tidak terlalu merah.”
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Al-Hasan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Malam Lailatul Qadar adalah malam yang cerah berseri-seri, dan di pagi harinya matahari terbit tanpa sinarnya.”
Dari Ubadah bin Shamit, sesungguhnya Nabi SAW bersabda, “Lailatul Qadar itu ada pada 10 akhir dari bulan Ramadhan. Yaitu pada malam-malam ganjil, seperti pada malam 21, 23, 25, 27, 29, atau pada malam terakhir dari bulan Ramadhan. Barang siapa yang menghidupkannya dengan penuh pengharapan, sungguh Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang. Ciri-cirinya, malam itu tampak terasa cerah dan berseri-seri, bersih, tenang, tidak panas dan tidak pula dingin. Seakan-akan pada malam itu bulan sedang terbit dan bersinar. Bintang-bintang terlihat tanpa ada yang mengahalanginya sampai datang waktu pagi. Dan, diwaktu pagi matahari terbit tanpa bersinar (panas), persis seperti cahaya rembulan. Dan Allah mengharamkan bagi setan keluar pada waktu itu bersamaan dengan terbitnya matahari.”[1]
sumber: buku Fiqih Ramadhan; tim Ulin-Nuha Ma’had ‘Aly An-Nuur